Seorang artis terkenal mengaku sering konflik dengan ibunya sejak ia masih kecil. Bahkan sejak usia lima tahun berantemnya sudah cukup hebat. Sehingga luka hatinya sangat dalam. Sepanjang hidupnya ia punya keyakinan bahwa dirinya tidak diinginkan oleh ibunya (un-wanted child).
Ketika berusia 20 tahun, ia bertanya pada sang ibu, “Apakah benar aku anak yang tak diinginkan?” Jawabannya, “Iya.”
Ternyata si ibu itu mengalami stres dalam kehidupannya. Stres dengan pasangannya yang tidak tahu cara mencintai istrinya. Stres dengan tekanan dan tuntutan dari orang tuanya. Ia hidup untuk orang lain, tak pernah untuk dirinya sendiri. Namun, ia berusaha melakukan yang terbaik, tapi itu sulit dan melelahkan.
Kisah lain yaitu seorang yang selalu mencoba bunuh diri di tanggal dan bulan yang sama setiap tahun. Bahkan ia pernah membayar orang untuk menabrak dirinya supaya mati, tapi usaha itu tidak berhasil. Di usia 60-an ia datang pada seoang terapis.
Sang terapis bertanya, “Apakah anda pernah di-bully waktu kecil?” Jawabnya, “Tidak.” “Apakah pernah mengalami kekerasan oleh orang tuanya?” Ia juga menjawab, “Tidak pernah.”
Akhirnya, sang terapis bertanya, “Apa yang terjadi saat anda dalam kandungan?” Tentu saja orang itu tidak mengetahuinya. Ibu orang tersebut sudah meninggal. Terapis kemudian menyarankan untuk mencari tahu melalui orang yang mengenalnya sewaktu di dalam kandungan ibunya.
Mengejutkan. Informasi yang ia dapat bahwa waktu ibunya mengetahui bahwa ia hamil, pada saat itulah ibunya mau menggugurkan janinnya dengan membenturkan ke dinding dan memukul-mukul perutnya. Oleh karena itu, alam bawah sadar orang tersebut merekam bahwa ia harus membunuh dirinya, tanpa ia tahu apa sebabnya.
Parenting ternyata bukan sekadar bagaimana mendidik anak, namun bagaimana memperlakukan janin pun akan menimbulkan jejak. Anak-anak yang tidak diinginkan sering menimbulkan masalah, meskipun kadang ia tidak menyadari apa sesungguhnya yang menimbulkan permasalahan tersebut.
Dua kisah di atas menyadarkan kita begitu pentingnya kesiapan mental para orang tua saat mengandung anak. Saat ini, kita melihat bagaimana orang tua menyiapkan anak-anaknya agar sukses di bidang akademik sehingga dapat memiliki pekerjaan. Tak cukup belajar di sekolah, tapi juga ditambah dengan bimbingan belajar di luar sekolah.
Akan tetapi, sejauh mana orang tua menyiapkan anak-anaknya untuk berkarir di dalam rumah untuk menyandang pekerjaan sebagai ibu dan sebagai ayah? Pernahkah belajar secara sungguh-sungguh di lembaga resmi? Pernahkah ikut bimbingan belajar untuk memantapkannya?
Ayah-Bunda sekalian, sudah saatnya kita lebih memikirkan persiapan anak-anak kita menjadi orang tua sama seperti kita. Bukan hanya kesiapan material, tetapi yang lebih penting lagi menyiapkan mentalitasnya. Agar mereka cukup matang menjalani proses menjadi orang tua. Agar tak ada lagi anak-anak yang tak diinginkan.
* Ida S Widayanti (Pegiat parenting dan praktisi pendidikan)
* Artikel ini telah terbit di Majalah Suara Hidayatullah Edisi Januari 2020