Pada beberapa edisi sebelumnya telah dijelaskan tentang banyaknya Hadits yang menggambarkan keistimewaan Baitul Maqdis serta Masjid al-Aqsha. Dalam Buku Emas Baitul Maqdis, penjelasannya amat rinci. Dalam majalah ini, penjelasannya dibuat lebih ringkas.
Begitu istimewanya, sampai Nabi Muhammad SAW memfatwakan agar umatnya mendatangi dan shalat di Masjid al-Aqsha. Kaum Muslimin bahkan tak ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid al-Aqsha, dan Masjid Nabawi.
Takjub dan Kaget
Maimunah RA—mantan sahaya Nabi SAW—pernah berkata, “Wahai Rasulullah, berilah fatwa kepada kami tentang Baitul Maqdis.” Beliau bersabda, “Datangilah ia dan shalatlah di dalamnya. Jika kalian tidak mampu shalat di dalamnya, maka utuslah seseorang dengan minyak untuk dinyalakan di tempat-tempat lampunya.” (Riwayat Abu Dawud).
Hadits di atas shahih karena seluruh perawinya tsiqah (terpercaya). Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya juga meriwayatkan dari dua jalur yang berbeda. Al-Busairi dalam az-Zawaid menyebut, riwayat Abu Dawud tersebut shahih. Juga ada jalur sanad Ibnu Majah yang shahih dan para perawinya tsiqah.
Ada lagi Hadits yang menunjukkan keutamaan Baitul Maqdis dan Masjid al-Aqsha. Misalnya dari Qaza’ah, sahayanya Ziyad, yang berkata:
“Aku mendengar Abu Said al-Khudri RA menceritakan 4 hal (kalimat) dari Nabi SAW yang menyebabkan aku takjub dan kaget. Beliau SAW bersabda, ‘Tidak boleh bepergian bagi wanita selama dua hari kecuali bersama suami atau mahramnya, dan shaum pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dan tidak boleh shalat setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit dan setelah Ashar hingga terbenam, dan tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid al-Aqsha, dan Masjidku (Nabawi).” (Riwayat Bukhari).
Menurut an-Nawawi dan Ibnu Hajar, penggunaan “takjub” serta “kaget” adalah pengulangan kata yang berbeda dan menunjukkan penguatan.
Ibnu Hajar juga membahas tentang kalimat ‘tidaklah ditekankan untuk berziarah’. Menurutnya, ucapan larangan di awal tersebut maksudnya tidak diperbolehkan melakukan perjalanan ke tempat selainnya.
Menurut ath-Thaibi, larangan itu seolah menyatakan bahwa tak dibenarkan untuk berziarah kecuali ke tempat-tempat tersebut karena kekhususannya.
An-Nawawi menjelaskan, di dalam Hadits itu ada penjelasan yang agung tentang keistimewaan ketiga masjid atas masjid-masjid lainnya. Istimewa, sebab ketiganya merupakan masjid para nabi dan ada banyak keutamaan bagi orang yang shalat di dalamnya. Bahkan, kalau ada orang yang bernazar untuk pergi ke Masjidil Haram, maka wajib diniatkan untuk haji atau umrah.
Adapun seseorang yang bernazar untuk pergi ke Masjid Nabawi serta Masjid al-Aqsha, maka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut para ulama mazhab Syafi’i, dianjurkan untuk berniat namun tidak diwajibkan. Sedangkan mayoritas ulama lainnya menyatakan wajib.
Ibnu Hajar menjelaskan, Hadits di atas menunjukkan tentang keutamaan masjid-masjid tersebut serta keistimewaannya atas masjid-masjid lain. Istimewa karena keberadaannya sebagai masjid para nabi, kiblat manusia, manusia berhaji, serta dibangun di atas taqwa.
Hadits di atas tergolong masyhur karena diriwayatkan oleh 5 Sahabat: Abdullah bin Amru bin al-Ash, Abu Basrah al-Ghifari, Abu Ja’d ad-Damiri, Abu Said al-Khudri, dan Abu Hurairah RA. Masyhur dalam pandangan ulama Hadits, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari dua orang di setiap tingkatan sanadnya, meskipun tak menjadi Hadits yang mutawatir (diriwayatkan banyak perawi).
Umrah dan Haji
Dari Ummu Salamah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berniat umrah dari Baitul Maqdis, maka akan diampuni dosanya.” (Riwayat Ibnu Majah).
Hadits ini di seluruh jalurnya beredar pada Ummu Hakim Hakimah binti Umayyah as-Sulamiyah. Menurut Ibnu Hajar, Hadits ini termasuk maqbulah (bisa diterima). Sedangkan Hafizh al-Mundziri dalam at-Targhib wat-Tarhib menyatakan sanadnya shahih.
Hadits ini menjelaskan, bahwa ihram untuk haji ataupun umrah dari Baitul Maqdis atau Masjid al-Aqsha pahalanya agung, mengingat keutamaan dan kedudukannya. Sekiranya di prosesnya ada kesulitan, maka akan mengantarkan kepada ampunan dosa-dosa dan masuknya ke surga.
Beberapa Sahabat, tabi’in, dan para ulama mengambil Hadits ini dan mengerjakan ihram dan ihlal dari Baitul Maqdis. Ihlal adalah meninggikan suara dengan bertalbiyah saat masuk haji dan umrah.
Abdullah bin Umar RA pernah berihram dan ihlal dari Iliya—suatu daerah di Baitul Maqdis—pada masa pemerintahan Amru bin al-Ash dan Abu Musa al-Asyari. Kira-kira pada tahun 37 Hijriyah, ada pula yang menyatakan tahun 40 Hijriyah.
Ummu Hakim Hakimah binti Umayah as-Sulamiyah ketika berkendara menuju Baitul Maqdis mendengar Hadits ini. Maka ia berihlal di tanah barakah itu untuk melakukan umrah.
*Diolah dari tulisan Dr. Ahmad Yusuf Abu Halabiya, Dekan Fakultas Ushuluddin di Universitas Islam, Gaza, dalam Buku Emas Baitul Maqdis yang diterbitkan oleh Institut al-Aqsha untuk Riset Perdamaian (ISA) dan Sahabat al-Aqsha/Suara Hidayatullah
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Desember 2022