Ukhuwah Lebih Utama Daripada Politik

0
854

وَعَنْ أنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليهِ وسلم: لاَتَقَا طَعُوا وَلاَتَدَا بَرُوا وَلَاتَبَا غَضُوا وَلاَتَحَا سَدُوا، وَكُونُواعِبَادَ اللهِ إخْوَانًا ، وَلاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أنْ يَهْجُرَ أخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Anas r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda, “Jangan putus memutus hubungan dan jangan belakang-membelakangi, dan jangan benci-membenci, dan jangan hasud-menghasud, dan jadilah kamu hamba Allah sebagai saudara, dan tidak dihalalkan bagi seorang Muslim memboikot saudaranya sesama Muslim lebih dari tiga hari.” (Muttafaqun Alaih)

Muqadimah

Kasus persekusi terhadap tokoh ataupun ulama, tampaknya sulit hilang di Indonesia. Belum lama ini, sekelompok orang di Kota Malang berusaha membubarkan sebuah kajian keislaman. Ironisnya, mereka yang melakukan aksi tersebut juga beragama Islam.

Tentu, hal ini sangat disayangkan dan semestinya tak boleh terjadi. Sesama Muslim, mereka seharusnya saling menghormati serta menjaga ukhuwah (persaudaraan) dengan menanggalkan egoisme.

Sifat egois atau mementingkan diri sendiri sangat ditentang dalam Islam. Sebaliknya, Islam memerintahkan umatnya bersatu dan saling membantu, karena ukhuwah seiman lebih erat daripada persaudaraan sedarah.

Ukhuwah merupakan satu konsepsi Islam yang menyatakan, setiap Muslim dengan Muslim lain hakikatnya bersaudara. Banyak ayat al-Qur’an maupun Hadits Rasulullah SAW yang menjadi landasan konsep ini. Bahkan dalam beberapa keterangan, kata ukhuwah atau turunannya sering digandengkan dengan kata iman, Islam, atau Mukmin.

Hal ini mengindikasikan, bahwa ukhuwah merupakan salah satu parameter utama keimanan dan keislaman seseorang.

Orang beriman semestinya mendahulukan ukhuwah daripada kepentingan sendiri ataupun kelompoknya.

Makna Hadits

Hadits di atas berisi larangan bagi orang beriman untuk memutus hubungan dan saling membenci serta hasad di antara mereka.

Dalam ajaran Islam, setiap larangan mengandung konsekwensi yang tidak ringan. Orang yang sengaja melakukan perbuatan tercela seperti larangan pada Hadits di atas, amal kebaikannya tidak diterima oleh Allah. Meskipun sudah beribadah dengan penuh keikhlasan, tetapi senang memutuskan tali silaturahmi dan menyakiti hati orang-orang Islam lainnya, maka amalannya tidak ada artinya di sisi Allah SWT.

Rasulullah bersabda, “Terdapat 3 orang yang tidak akan masuk surga, yaitu orang yang suka minum khamr, orang yang memutuskan tali silaturahmi, dan orang yang membenarkan perbuatan sihir.” (Riwayat Muslim)

Dalam Islam, hubungan baik dengan Allah tidak mampu menjamin kebaikan seseorang jika tidak disempurnakan dengan berbuat baik kepada manusia.

Suatu ketika, ada seorang sahabat yang menyampaikan kepada Nabi SAW tentang seorang wanita yang ahli ibadah, tapi suka menyakiti tetangganya. “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang rajin shalat malam, gemar berpuasa di siang hari, giat melakukan amal kebaikan dan banyak sedekah. Namun dia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya.”

Mendengar laporan ini, Nabi SAW menjawab, “Tiada kebaikan padanya dan dia termasuk penghuni neraka.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa para sahabat bertanya kepada Nabi SAW mengenai penyebabnya. “Kenapa?,” tanya salah seorang sahabat.

Nabi SAW menjawab, “Sebab mulutnya selalu menyakiti hati orang lain. Dia suka mengganggu tetangganya dengan ucapannya. Seluruh amal ibadahnya hancur, karena punya akhlak yang buruk. Dia menjadi ahli neraka, karena ibadahnya tidak mampu menjadikan dirinya untuk berakhlak yang baik.”

Kemudian, seorang sahabat menyampaikan lagi, “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang hanya melaksanakan shalat wajib saja dan hanya bersedekah dengan sepotong keju, namun dia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Lalu, Nabi SAW menjawab, “Dia termasuk penghuni surga.” (Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad)

Menjaga Ukhuwah

Orang beriman seharusnya menyadari nikmatnya ukhuwah Islamiyah akan terasa apabila saling membantu dalam kebaikan. Itulah yang kita harapkan.

Ukhuwah itu salah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah. Pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.

Dengan tiga kekuatan tersebut, Rasulullah  membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam di belahan dunia kurang dari setengah abad.

Ukhuwah menjadi pangkal kekuatan kaum Muslimin. Islam mengajarkan umatnya untuk menyambung hubungan persaudaraan dan bersatu serta mengharamkan perpecahan, saling menjauhi, maupun semua perkara yang menyebabkan lahirnya pemutus hubungan.

Bahkan, Islam mengajarkan supaya ada di antara umat Islam yang menjadi penjamin keamanan dan keselamatan bagi saudaranya.

Suwaid bin Hanzhalah berkata, “Kami pernah keluar bersama Rasulullah SAW dan juga Wa’i bin Hujr. Waktu itu, dia dihukum oleh musuhnya. Rupa-rupanya orang-orang merasa enggan untuk bersumpah (dalam rangka membelanya), bahwa ia saudaranya. Maka, saya (Hanzhalah) bersumpah, bahwa dia (Wa’i) adalah saudara saya. Akhirnya, musuh itu melepaskannya. Kami kemudian datang kepada Rasulullah SAW untuk menceritakan hal itu, maka Rasulullah bersabda, “Kamu adalah orang yang paling baik dan yang paling jujur di antara mereka. Apa yang kamu lakukan adalah benar. Orang Islam adalah saudara orang Islam yang lain.” (Riwayat Ahmad).

Hadits di atas memberi penegasan, ukhuwah Islamiyah harus diutamakan daripada kepentingan apapun, termasuk politik dan lain-lain. Jangan hanya karena beda pilihan politik, kemudian melakukan fitnah, hasutan, bahkan permusuhan.

*Bahrul Ulum, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL) Surabaya/Suara Hidayatullah

*Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2020