Bahagianya orang beriman adalah ketika ia telah menikmati setiap amal shalih yang dikerjakan. Rasanya asyik dan ada kepuasan yang luar biasa melihat orang lain mendapatkan manfaat dari kebaikan yang dilakukan.
Getaran sa’adah (kebahagiaan) itu terasa mengalir lahir ataupun batin. Hasanah (kebaikan)-nya niscaya bisa didapatkan di dunia dan masih terus dinikmati hingga Akhirat.
Peragaan Islam
Kehidupan orang beriman sehari-hari tak lain adalah wujud peragaan iman dan Islam yang didemonstrasikan secara indah. Dari sini, lahirlah ukhuwah dan hidup berjamaah yang membutuhkan satu lingkungan yang mendukung. Untuk menjalankan ajaran al-Qur’an, orang itu tak boleh berpikir dan bertindak individualis. Dengannya dibutuhkan saling menasihati dalam bingkai dakwah Islam.
Kaum Muslimin harus membuktikan, jika al-Qur’an ini dipelajari dan diperagakan dengan baik dan benar, akan melahirkan satu tatanan lingkungan kehidupan yang ideal. Hidup mereka tampak semakin menggairahkan dan menggiurkan siapapun. Di sana terhidang ketenangan, kesejukan, dan keindahan yang dapat dirasakan bersama-sama.
Bagi sebagian orang, hal ini mungkin dianggap meragukan. Namun faktanya, semua orang bisa merasakan ketenangan hidup tersebut jika memang mengamalkan al-Qur’an dan menjadikan model dalam kehidupannya. Hebatnya, bukan cuma bisa dirasakan sekali saja, tapi dapat diulang-ulang dan dibuktikan sepanjang waktu oleh setiap orang beriman.
Jika demikian, tidak ada lagi alasan untuk menolak ajakan dakwah, kecuali orang tersebut terjangkiti sifat tidak jujur dan suka mengingkari nikmat. Tak jarang ada manusia minta semacam pembuktian padahal hakikatnya itu sekadar beralibi, mencari alasan saja untuk tidak menerimanya.
Ini sekaligus gambaran tantangan bagi pejuang dakwah. Memang tak mudah meniti jalan kebaikan yang diwariskan oleh Nabi-nabi Allah SWT tersebut. Ia membutuhkan keikhlasan yang nyaris tak bertepi dan kesabaran yang tak berujung, sebab hidayah dan taufiq tetaplah di tangan Allah juga.
Tantangan berikutnya adalah hendaknya juru dakwah mampu menawarkan satu tatanan lingkungan atau kampus yang mampu menginspirasi semua pihak. Kalau perlu, tak butuh bertanya lagi, namun siapapun langsung bisa menyaksikan dan merasakan peragaan Islam yang indah dan mengagumkan. Siapapun tidak cuma bisa menonton, namun juga dapat kecipratan menikmati kebahagiaan, sebagai hasil dari kepatuhan mempelajari dan mempraktikkan ajaran al-Qur’an.
Dengan kondisi di atas, maka rasanya pantang bagi orang beriman jika sering sakit-sakitan saja. Penyakitnya korengan, kudisan, atau terlihat loyo selalu. Justru idealnya, Muslim itu layak pajang semua; cerdas-cerdas, sehat-sehat, kuat-kuat jasmani dan ruhaninya.
Tentu saja ada hidayah Allah di balik usaha yang gigih dikerjakan oleh para pejuang. Namun itu tak jadi soal bagi yang berkeyakinan penuh kepada kuasa dan kehendak Allah Yang Maha Adil dan Maha Luas ilmu-Nya.
Dakwah yang Mengasyikkan
Orang beriman itu senantiasa yakin bahwa semua telah diatur dan ditetapkan oleh Allah Yang Maha Bijaksana. Tak perlu mengusut jauh apalagi sampai menuntut keadilan Allah soal hidayah dan taufiq-Nya. Tugas juru dakwah adalah menyampaikan risalah Tauhid dengan misi rahmatan lil ‘alamin (bagi semesta alam) dan kaffatan linnas (untuk seluruh umat manusia).
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?’ Mereka menjawab: ‘Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertaqwa.” (al-A’raf [7]: 164).
Di balik itu semua, orang beriman memiliki motivasi dan keyakinan bahwa seringkali yang terjadi di lapangan jauh lebih indah daripada yang ditargetkan. Hasil yang didapat acap melampaui harapan yang dibayangkan. Itu sebabnya, usaha dakwah dan mujahadah perlu digiatkan dan lebih dikencangkan.
Dakwah jangan lagi sebagai beban yang menyiksa. Dakwah juga tidak boleh dijadikan sebagai pekerjaan sambilan, memanfaatkan di sela waktu kosong misalnya. Tetapi dakwah merupakan seruan iman dan keterpanggilan jiwa, mensyukuri karunia yang diberikan oleh Allah SWT.
Inilah landasan kesadaran dan giat operasional dalam berdakwah. Al-Qur’an yang begitu indah tidak layak hanya jadi pajangan atau hiasan kaligrafi di dinding rumah atau tumpukan lembaran mushaf di atas rak-rak lemari. Al-Qur’an perlu segera disuguhkan dan dihidangkan kepada seluruh umat manusia.
Tatanan Islami yang nyaman penuh kedamaian dan kemesraan ini menawarkan keindahan dan kesejukan. Ajaran Islam yang penuh maaf dengan segala sikap tolong-menolong, sangat jauh dari tatanan kehidupan yang diperbudak dari benda dan materi, kehidupan yang semata-mata menghambakan diri kepada Allah Sang Pencipta.
Dengan semangat sebagai Abdullah dan Khalifah, seorang Muslim menjadikan fasilitas dan benda yang ada sekadar pendukung dan memudahkan program-program keumatan. Dengan demikian, kenikmatan dalam menghambakan diri kepada Allah semakin terasa.
Dakwah itu mengasyikkan meskipun penuh dengan tantangan dan cobaan. Dakwah dirasakan sebagai satu kehidupan yang memang berbeda dari lainnya. Ada suasana yang terkesan ridha Tuhan benar-benar menetes di lingkungan tersebut, shalat berjamaah menjadi nyaman, menggairahkan, dan melahirkan sikap optimis.
Inilah tantangan dakwah Islam yang paling mendasar. Yakni meyakinkan umat Islam dengan bukti nyata bahwa siapapun yang hidup dalam naungan al-Qur’an benar-benar akan merasakan nikmat hidayah. Betapa indahnya hidup berjamaah dalam satu lingkungan yang kondusif untuk memperagakan ajaran Islam dan nilai-nilai al-Qur’an.*
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Februari 2022.