Banyak yang tak menyadari bahwa ketaatan kepada Allah menjadi bekal utama bagi seorang Muslimah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Islam sangat memuliakan seorang Muslimah mulai dari dia balita, remaja, dewasa, hingga berkeluarga. Islam memberi sebaik-baik teladan bagi para Muslimah yang bisa diperoleh dari kisah Umahatul Mukminin seperti Fatimah, Maryam, Khadijah, dan Asiyah.
Tatkala Muslimah itu sebagai seorang anak, maka bisa meneladani sosok Sayyidah Fatimah yang berbakti kepada orangtuanya serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Saat tumbuh sebagai Muslimah dewasa, maka dapat meneladani Sayyidah Maryam yang senantiasa menjaga kesuciannya dan beriman kepada Allah SWT.
Lalu, ketika seorang Muslimah berperan sebagai seorang istri (berkeluarga), maka bisa meneladani Sayyidah Khadijah yang selalu mendukung suaminya (Rasulullah,-red) secara moral, waktu, tenaga, serta hartanya. Beliau termasuk orang pertama yang selalu taat dan mengimani apa yang disampaikan oleh sang suami.
Selanjutnya, jadilah seorang Muslimah yang tegar, sabar, senantiasa memohon pertolongan Allah SWT, dan menjaga kehormatan serta keimanan saat mendapati suami ingkar kepada Allah sebagaimana Sayyidah Asiyah.
Teladan dari Umahatul Mukminin tersebut bisa menjadi bekal ilmu yang akan membuahkan ketaatan jika disertai dengan keimanan kepada Allah Ta’ala.
Kemudian, perjalanan panjang hidup seorang Muslimah itu akan menemui fase ibadah yang akan menggenapkan setengah agamanya, yakni pernikahan. Status istri yang disandang pun menjadikannya punya kewajiban yang harus ditunaikan.
Hakikat seorang istri adalah patuh serta taat kepada suami, sebelum taat kepada orangtua. Manakala sebagai seorang anak, ia wajib taat kepada orangtua, tetapi setelah menikah, maka ia wajib taat kepada suaminya.
Sebelum menikah, seorang Muslimah dinafkahi oleh kedua orangtuanya. Berbeda kondisi setelah menikah, kewajiban memberikan nafkah inipun berpindah kepada suami. Dalam kitab Haqqu az-Zaujaini karya Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili, dijelaskan bahwa yang dimaksud suami memberi nafkah kepada istri diantaranya memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Maka menyediakan handphone, pulsa, wifi, uang bensin untuk kendaraan, itu tak termasuk dalam kewajiban nafkah. Namun perlu disadari, bahwa jika semuanya dipenuhi itu adalah kebaikan dan kemurahan hati seorang suami karena cintanya kepada sang istri.
Fitrah istri sebagai Muslimah ingin dicintai serta disayangi suami, maka hendaknya ia menyadari bahwa kebaikan yang senantiasa tercurah dari suaminya merupakan sebuah wujud dari kelembutan hati dan perasaannya. Istri hendak bermurah hati dan bermurah ucap untuk mengatakan terima kasih kepada suami sebagai bentuk syukur secara lisan.
Adapun bentuk syukur lainnya yang sekaligus menjadi kewajiban bagi setiap istri, yakni melayani suami dengan pelayanan yang terbaik. Jika seorang istri pandai bersyukur akan mudah baginya menjalankan kewajiban dalam rumah tangga
Kewajiban istri atas suami diantaranya menaati suami serta tidak membangkang. Istri yang taat pada suami, enak untuk dipandang. Maka sebenarnya itulah sebaik-baik Muslimah.
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya, “Siapa Muslimah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri serta hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. an-Nasai No. 3231 dan Ahmad 2: 251).
Maka dengan itu, hendaknya setiap Muslimah mempersiapkan diri untuk menjadi istri yang taat dan dengan senang hati melayani suami. Buah dari ketaatan kepada suami, yakni diberikannya rasa tenang oleh Allah SWT dan dijamin surga baginya.
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Muslimah selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (pada bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina), dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada Muslimah yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471).
Hendaknya menjadi perhatian bagi para Muslimah untuk mengetahui kedudukan hak suami, kewajiban terhadap suami, dan apa saja bentuk ketaatan sebagai bakti kepada suami. Berkhidmat kepada suami dengan melayani segala kebutuhannya, adalah diantara tugas seorang istri. Bukan sebaliknya, istri yang malah dilayani oleh suami. Hal ini didukung oleh firman Allah, “Dan laki-laki itu adalah pemimpin bagi Muslimah.” (QS. an-Nisa [4]: 34).
Ibnul Qayyim berdalil dengan ayat itu. Jika suami menjadi pelayan bagi istrinya, dalam memasak, mencuci, mengurus rumah, dan lain-lain, maka hal itu termasuk perbuatan munkar. Artinya sang suami tidak lagi menjadi pemimpin. Justru karena tugas-tugas istri dalam melayani suami, Allah pun mewajibkan para suami untuk menafkahi istri dengan memberinya makan, pakaian, dan tempat tinggal.
Segala perkara yang istri lakukan kemudian membuat hati suaminya ridha atasnya, maka sesungguhnya ia mengundang keridaan Allah atas dirinya. Ridhanya suami bagi istri merupakan pintu keridaan Allah baginya.
Dari Ummu Salamah RA, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Muslimah mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi No. 1161 dan Ibnu Majah No. 1854).
Maka sudah sepatutnya bagi para Muslimah mempersiapkan diri betul-betul untuk menjadi pelayan terbaik bagi suaminya. Sehingga akan terasa mudah serta ringan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Berbahagialah mereka yang Allah tolong untuk senantiasa melakukan kebaikan di dalam melayani suaminya. Hadiah indah dari keridhaan suaminya akan mampu menghantarkan kepada keridhaan Allah serta surga-Nya. Wallahu ta’ala a’lam.
Penulis: Siti Amila Rafiani Silmi (Ibu rumah tangga tinggal di Kebumen, Jawa Tengah)
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Februari 2022.