25.7 C
New York
Sabtu, September 14, 2024

Buy now

spot_img

Na’mah dan Ni’mah

Biarlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (Surat Al-Hijr [15]: 3)

Allah SWT telah memberi dua jenis kenikmatan kepada manusia. Jenis pertama akan mengantar manusia mendekatkan diri kepada Allah SWT. Itulah nikmat dalam arti yang sebenarnya. Adapun nikmat jenis kedua adalah nikmat yang diberikan kepada semua makhluk-Nya, baik binatang maupun manusia, baik yang beriman maupun yang kafir.

Dalam bahasa Arab, nikmat yang pertama itu disebut sebagai ni’mah, sedang nikmat kedua disebut na’mah. Keduanya hampir sama ejaannya. Perbedaan hanya pada harakahnya, yang satu dikasrah, sedang yang kedua difathah. Akan tetapi dari segi makna sangat berbeda. Yang satu sangat positif, sedang yang kedua bisa berarti negatif. Yang pertama bersifat ukhrawi, sementara yang kedua bersifat duniawi

Tidak sedikit orang yang telah dikarunia nikmat Allah dalam arti yang sebenarnya, tapi mereka tidak puas, lalu menukar nikmat ukhrawi itu dengan nikmat duniawi. Nikmat ukhrawi itu memang berjangka panjang, tidak langsung dirasakan dalam waktu sekejap. Sedangkan nikmat duniawi dapat dirasakan di dunia ini. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ibrahim [14]:28.

Tidak sedikit orang yang tidak sabar menunggu sedikit waktu saat hidup di dunia ini. Mereka ingin segera menikmati saat ini berbagai kenikmatan yang mereka saksikan di depan mata. Andai saja mereka sedikit bersabar, bisa jadi kenikmatan dunia juga bisa mereka rasakan, selain kenikmatan akhirat yang sudah dijanjikan Allah SWT.

Mereka yang pandangannya sempit, keinginannya jangka pendek, dan cita-cita hidupnya sebatas duniawi saja diibaratkan al-Qur’an tak lebih dari binatang ternak. Aktivitas binatang ternak itu tak keluar dari makan, minum, dan sex. Itulah kesenangan duniawi yang sangat menggiurkan bagi sebagian besar manusia. Allah SWT berfirman:

“Atau kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya.” (Surat Al-Furqan [25]: 44)

Dalam ayat yang lain, al-Qur’an lebih tegas menyatakan firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf [7]:179.

Ada dua karakter manusia yang diibaratkan binatang ternak ini. Pertama, mereka tak kenal malu. Kedua, mereka buta hati. Rasa malu akan menjadi benteng kokoh yang akan menghalangi seorang hamba saat ada bisikan niat jahat, keinginan berbuat maksiat, dan syahwat berbuat negatif.

Adapun orang berkarakter buta, mereka berjalan tanpa arah dan tujuan. Asal jalan, asal beraktivitas, asal berbuat. Mereka diliputi rasa was-was dan ragu-ragu sepanjang perjalanannya. Mereka tak tahu secara pasti mana yang benar dan salah. Antara yang hak dan batil mereka campur adukkan.

Mereka tidak mengetahui bahwa masjid itu lebih baik dari warung kopi. Mereka tidak bisa membedakan bahwa mushaf itu lebih baik dari majalah porno. Mereka tidak tahu bahwa membaca al-Qur’an itu lebih mulia daripada bernyanyi. Pada hakikatnya mereka buta hati.*

Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2022

Related Articles

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
22,000PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles