“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf [7]: 96).
MUQADDIMAH
Ayat ini terbilang cukup populer, karena kerap di-bacakan oleh para dai, muballigh, intelektual atau para ulama dalam berbagai kesempatan. Biasanya, ayat ini di-ucap kala memberi motivasi dan pengetahuan tentang bagaimana bangsa dan negara ini bisa hidup aman, ten-tram dan penuh berkah.
Dengan kata lain, sejatinya Allah Ta’ala melalui kitab suci al-Qur’an telah memberikan solusi bagaimana me-wujudkan kehidupan yang bahagia di dunia. Jadi, Islam tidak melulu bicara akhirat, sebagaimana dikesankan dan dipahami sebagian orang. Islam tidak memisahkan tapi justru menyatukan keduanya; dunia dan akhirat. Karena itu, Islam memiliki konsep bagaimana umatnya bisa hidup bahagia penuh berkah di dunia dan di akhirat kelak.
BANGUN IMAN DAN TAKWA
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan, yang di-maksud dari ayat tersebut, umat Islam harus benar-benar memperhatikan keimanan dan ketakwaannya. “Hati mereka beriman dan membenarkan terhadap apa yang di-bawa oleh para rasul, lalu mereka mengikuti rasul dan bertakwa dengan berbuat ketaatan dan meninggalkan semua larangan.”
Iman dan takwa menjadi pondasi utama terciptanya kehidupan yang berkah di bumi. Tanpa keimanan dan ketakwaan, kehidupan manusia bisa jadi akan maju se-cara material, tetapi jauh dari keberkahan. Dan, hidup tanpa berkah dari Allah adalah hidup yang menyengsarakan.
Lebih jauh, menurut Ibnu Katsir, umat Islam harus menerapkan sistem hidup yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Jg. Bidang ekonomi misalnya, masyarakat yang berharap berkah itu harus menjauhi praktek riba.
Dalam bidang pendidikan, umat Islam harus mel a-hirkan generasi bertauhid. Mempelajari ilmu yang kian mendekatkan mereka kepada Sang Pencipta, bukan se-batiknya. Seolah dengan ilmu yang didapatkan justru semakin mengabaikan Allah Hg.
Dalam bidang sosial, umat Islam harus melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.Dengan mengamalkan hal tersebut, setidaknya bang-sa ini bisa berharap beroleh kehidupan di dunia yang benar-benar memberikan kebahagiaan. Kebahagiaan yang berasas pada keberkahan dan berujung pada ke-sel amatan kelak. Sehingga, syarat mutlak bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia lagi berkah adalah benar-benar berupaya membangun kekuatan iman dan takwa yang mewujud dalam seluruh aspek kehidupan umat Islam. Niscaya setelah itu, Allah IIH memenuhi janji-Nya, “Pastilah Kami akan melim-pahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi’.’
MAKNA BERKAH
Berkah asalnya adalah ba-ra-ka yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi barakah atau berkah. Ayat di atas membagi berkah dalam dua hal, yakni berkah dari langit dan berkah dari bumi.
Dalam Ensiklopedia Makna al-Qur’an disebutkan, makna barakata as-sama adalah ilmu pengetahuan produk akal yang berdasarkan wahyu dan anugerah Ilahi yang berupa ilham-ilham. Kemudian berupa hujan yang menyebabkan kesuburan dan timbulnya kekayaan di muka bumi.
Sedangkan makna barakata al-ardh menunjukkan berkah-berkah dari bumi berupa kesuburan, hasil-hasil tambang dan lain-lain. Dikatakan demikian karena te-tapnya kebaikan (al-khair) di dalamnya sebagaimana te-tapnya air yang ada di dalam sumur.
Dari sini dapat dipahami, berkah dari langit dan bumi berarti Allah akan memberikan kebaikan kehidupan bagi umat Islam secara utuh dalam konteks keduniawian. Dan, semua itu akan berlanjut berupa kebahagiaan bagi kehidupan di akhirat. Subhanallah, sungguh kehidupan yang sangat luar biasa.
LINGKUP KEBERKAHAN
Senada dengan di awal, Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur’an menjelaskan, keberkahan yang di-dapatkan bersama iman dan takwa adalah keberkahan dalam materi, keberkahan dalam jiwa, keberkahan da-lam perasaan, dan keberkahan baiknya kehidupan; ke-berkahan yang menumbuhkan kehidupan dan mengang-katnya dalam waktu yang bersamaan. Bukan hanya sekadar dalam banyak materi, namun disertai kesengsa-raan dan dekadensi moral.
Jadi, ruang lingkup keberkahan yang akan diperoleh umat Islam tatkala mereka benar-benar beriman dan bertakwa dalam seluruh aspek kehidupannya mencakup semua sisi, dari yang lahiriah hingga batiniah. Hal ini tidak melulu berkaitan dengan masalah jumlah, karena asalnya berkah itu tak bersandar pada jumlah.
Ini ditegaskan lebih lanjut oleh Sayyid Qutb. “Sesung-guhnya, keberkahan itu terkadang bersama materi yang sedikit jika bagus dalam memanfaatkannya, dan disertai kebaikan, ketentraman, ridha dan kelapangan jiwa.”
Keberkahan yang sejati lebih pada upaya: bagaimana setiap yang ada pada diri kita benar-benar mengantarkan kita pada ketaatan yang lebih baik, lebih banyak dan kita terus bersemangat dalam mengamalkannya. Keberkahan yang begitu itu yanh ingin kita dapatkan.
Karena itu, kesadaran hidup sesuai tuntunan Islam kiranya bisa semakin menguat dan meningkat. Segala apapun yang hadir nantinya akan semakin menambah manfaat secara keseluruhan, sehingga kita terhindar dari kerugian berupa kebaikan-kebaikan lahiriah secara jum-lah saja, seperti yang diterangkan lebih lanjut oleh Sayyid Qutb.
Baca Juga : Sikap Mukmin Terhadap Wahyu Ilahi
“Berapa banyak umat yang kaya lagi kuat, namun mereka hidup dalam kesengsaraan, terancam ke-amanannya, terputusnya hubungan, diliputi keresahan dan ditunggu oleh kehancuran; sehingga ia menjadi bangsa yang kaya tanpa ketentraman, kesenangan tanpa keridhaan, dan banyak materi tanpa kebaikan. Hal itu adal ah kesenangan kekinian yang ditunggu oleh masa depan yang penuh kekeruhan, dan bencana yang diiringi dengan kesengsaraan.
PENUTUP
Dari uraian sederhana ini dapatlah diambil pemahaman, keberkahan hidup umat Islam bergantung dari mujahadahnya dalam membangun iman dan takwanya. Mujahadah yang termanifestasi dalam setiap aspek dan praktek kehidupannya, sehingga setiap waktu yang ber-tambah melainkan akan senantiasa mendatangkan ke-berkahan demi keberkahan. Wallahu a’lam. ♦ IMAM NAWAWI Sekretaris Inisiasi Hidayatullah