Menumbuhkan Sikap Taat Menutup Aurat

0
56
sumber foto: www.antarafoto.com

Berbahagialah bagi para orangtua yang dikaruniai anak perempuan, sebab jauh sebelum Islam “turun” di kota Makkah, masyarakat dengan tradisi jahiliyahnya memperlakukan perempuan penuh kezaliman. Tidak hanya dijauhi saat sedang haid, tetapi juga di kubur hidup-hidup karena dianggap membawa kesialan.

Bahkan tatkala Islam sudah hadir bertahun-tahun, masih ada masyarakat yang menindas dan mendiskriminasi perempuan. Sisa-sisa tradisi jahiliyah itu masih ada pada masyarakat Eropa. Menurut Mary Wollstonecraft—Ibu para feminis asal Inggris—mereka memperlakukan kaum perempuan layaknya warga kelas dua. Padahal sebagai manusia mereka punya hak hukum, politik, ekonomi, dan hak untuk menempuh pendidikan.

Bukan hanya di Eropa, tradisi jahiliyah itu masih dipertahankan selama ratusan tahun oleh umat Hindu di India. Dilansir dw.com, dalam bukunya ”Ein Unglück ist die Tochter” (baca: Sialnya Anak Perempuan), ahli di India Renate Syed dari Universitas Ludwig Maximillian mengungkapkan, bahwa perempuan memang direndahkan dalam sejarah dan tradisi India.

Islamlah, satu-satunya yang Allah ridhai dari seluruh agama atau kepercayaan yang ada. Ia memuliakan kaum perempuan. Selain itu, orangtua yang berhasil merawat serta mendidik anak perempuan dengan sebaik-baiknya, maka surga ganjarannya sebagaimana Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim (2630).

Dari Hadits ini pula, Rasulullah SAW ingin menunjukkan kepada para orangtua bahwa mendidik anak laki-laki dan perempuan terdapat beberapa perbedaan.

Karena perbedaan ini, kadang ada orangtua yang lebih senang mendidik anak laki-laki dibanding anak perempuan. Padahal jika berhasil mendidik keduanya menjadi pribadi yang shalih-shalihah dan bermanfaat untuk lingkungan, maka Allah SWT akan memberikan pahala yang berkelimpahan.

Islam memuliakan perempuan dan menempatkannya sebagai seorang manusia salah satunya melalui firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 59.

Lantas, bagaimana cara menumbuhkan sikap taat dalam menutup aurat pada anak perempuan? Bagaimana supaya menutup aurat menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan? Berikut lima langkah yang harus diperhatikan.

Buat Anak Cinta kepada Tuhannya

Sejak anak masih dalam kandungan, hendaknya orangtua, terutama sang ibu, menumbuhkan kecintaan si kecil pada Tuhannya, Allah SWT. Misalnya dengan kegiatan bercerita, baik dari buku-buku maupun pengalaman pribadi orangtua.

Akan lebih bagus lagi kalau yang diceritakan tersebut merupakan pengalaman pribadi orangtua. Allah memberi perintah karena rasa cinta yang sangat besar terhadap hamba-Nya dan melindungi kita semua. Hal ini bisa orangtua lakukan hingga anak balita.

Dengan menumbuhkan rasa cinta, maka anak akan menjalaninya dengan tiada beban dan hati gembira, apalagi jika terus disemangati oleh orangtua.

Terbiasa, Bukan Dipaksa

Anak-anak yang dibiasakan dan tidak dipaksa memakai jilbab, maka lama-lama akan menjadi terbiasa. Jika anak yang belum baligh (khususnya balita) tak mau mengenakan jilbab karena merasa gerah, maka orangtua jangan pernah sekali pun memaksanya.

Untuk membiasakan anak memakai jilbab, orangtua harus mengenalkan rasa malu serta konsep aurat yang sesuai dengan usianya. Hal ini harus dilakukan berulang kali oleh orangtua apalagi jika anak masih balita.

Jika anak mengenakan jilbab karena terpaksa maka dia akan memakai pakaian taqwa tersebut, karena takut diancam atau dihukum oleh orangtuanya. Bukan karena suka memakainya.

Sampaikan Alasannya
Tentu saja orangtua harus mengungkapkan alasan kenapa si buah hati harus mengenakan pakaian takwa tersebut. Misalnya, umat Islam yang perempuan memakai jilbab sebagai bukti cintanya kepada Allah SWT.

Orangtua juga harus dapat menjelaskan alasan lebih dari sekadar takut neraka dan ingin masuk surga, seperti mencegah dari segala kejahatan dan keburukan di sekitarnya.

Tatkala pemahaman anak sudah beranjak remaja tetapi belum mau memakai jilbab, maka orangtua bisa menyampaikan hasil sebuah penelitian medis yang menyatakan bahwa jilbab bisa melindungi kulit dari penyakit kanker kulit.

Tapi jika anak belum mau memakainya, jangan langsung memarahinya apalagi bertanya dengan nada interogasi layaknya polisi. Tanyakan baik-baik dari hati ke hati, siapa tahu mereka terpengaruh dari lingkungan pertemanannya.

Mencontoh Orangtua
Poin yang satu ini tak kalah penting dari poin-poin lainnya karena orangtua-lah yang paling dilihat serta didengar segala gerak-gerik dan tingkah lakunya oleh anak. Mereka akan meniru apa saja yang dilakukan orangtuanya termasuk cara berpakaian.

Karena itu, kalau orangtua ingin anaknya memakai jilbab, maka orangtua (ibu) harus mengenakannya pula. Bahkan, kalau bisa menjadi orang pertama yang dilihat oleh mereka.

Dukung Lingkungannya
Pernah ada beberapa selebgram melepas hijabnya. Jika ditelisik lebih jauh, dia ada dalam lingkungan pertemanan dengan pakaian terbuka dan suka berpesta di klub malam. Teman-teman di sekitarnya suka minum minuman keras pula.

Maka tak heran, jika lama kelamaan dia futur hingga menanggalkan hijabnya, bahkan ada pula yang sampai meninggalkan agamanya.

Maka benarlah Hadits Rasulullah SAW, “Permisalan teman yang baik dan yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, ataupun engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapat bau harum darinya. Sedang pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628).

Karena itu orangtua perlu memilihkan lingkungan dan teman-teman yang baik lagi kondusif bagi anak—tidak sekadar untuk kesehatan jiwanya namun untuk menumbuhkan sikap taatnya.

Penulis: Sarah Mantovani (Aktivis Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia)
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Januari 2022.