Banyak ulama yang wafat sebelum menuntaskan penulisan kitab. Beberapa di antaranya wafat ketika sedang proses menulis.
Banyak dari para ulama yang menulis namun tidak sampai kitabnya selesai. Bukan karena berhenti, tetapi keburu dijemput maut. Sebagian di antaranya kemudian dilanjutkan penulisannya oleh murid-muridnya. Di antara para ulama itu adalah:
Imam an-Nawawi
Imam an-Nawawi adalah ulama yang memiliki banyak karya. Di antaranya al-Majmu`, at-Tahqiq, dan at-Tanqih. Kitab-kitab itu belum selesai ditulis ketika Imam an-Nawawi wafat.
Penulisan al-Majmu` dilanjutkan oleh Imam Taqiyuddin as-Subki. Ternyata as-Subki juga wafat sebelum menyelesaikan penulisan kitab tersebut. Penulisan diteruskan oleh Syaikh Muhammad Najib al-Muthi`i.
Jalaluddin al-Mahalli
Imam Jalaluddin al-Mahalli menulis karya berupa kitab tafsir. Namun penulisannya tidak selesai karena wafat. Penulisan dilanjutkan oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Itulah sebabnya kitab tersebut dikenal dengan nama Tafsir al-Jalalain. (Kasyf adz-Dzunun, 4/45).
Zainuddin al-Iraqi
Al-Hafizh Zainuddin al-Iraqi menulis sebuah kitab yang berjudul Tharh at-Tatsir. Namun kitab itu tidak selesai ditulis dan dilanjutkan oleh putranya, al-Hafizh Waliyuddin Abu Zur`ah al-Iraqi. (adh-Dhau` al-Lami`, 1/343).
Qasim bin Tsabit bin Hazm
Qasim bersama ayahnya merupakan ulama yang mendalami ilmu bahasa dan ilmu Hadits. Qasim menulis sebuah karya yang berjudul ad-Dala`il. Isinya merupakan penjelasan dari Hadits-hadits.
Qadarullah, ajalnya tiba. Karya itu pun belum ditulis hingga selesai. Sang ayah kemudian melanjutkan apa yang ditulis oleh putranya. (Siyar A’lam an-Nubala`, 14/562).
Ahmad bin Abdirrahman bin Muhammad al-Anshari
Ahmad bin Abdirrahman adalah seorang qadhi di negeri Andalus. Ia menulis kitab yang berjudul al-Anwar al-Afkar, namun tidak sampai selesai karena wafat. Sang putra yang bernama Abdullah kemudian menyempurnakan kitab tersebut. (Siyar A’lam an-Nubala`, 14/562).
Imam Taqiyuddin as-Subki
Imam Taqiyuddin as-Subki memiliki karya dalam bidang ilmu ushul fiqh yang berjudul al-Ibtihaj. Putranya, Tajuddin as-Subki, berkata, “Beliau menyelesaikan dalam sepotong yang cukup berharga dan berhenti sampai pada muqadimah wajib. Kemudian beliau meninggalkannya, lantas aku menyempurnakannya.” (Thabaqat asy-Syafi`iyyah al-Kubra, 10/307).
Ibnu Hazm adh-Dhahiri
Ibnu Hazm merupakan ulama yang menjadi rujukan dalam Mazhab adh-Dhahiri. Ia memiliki banyak karya ilmiah, misalnya al-Mujalla dan syarahnya, al-Muhalla. Namun Kitab al-Muhalla tidak selesai dan dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Ibnu Khalil. Sang murid menulis al-Muhalla sebanyak 3 jilid. (al-Wafi bi al-Wafayat, 20/95).
Mahmud bin Ahmad ad-Dimasyqi
Mahmud bin Ahmad adalah seorang qadhi yang juga pengajar di Madrasah ar-Raihanah Damaskus. Ayahnya menulis Kitab Syarh al-Kabir, namun tidak sampai menyelesaikannya karena wafat. Penulisannya kemudian dilanjutkan oleh Mahmud bin Ahmad. (al-Jawahir al-Mudhiyyah, 2/157).
Al-Hasan bin Abdillah al-Marzuban
Al-Hasan bin Abdillah al-Marzuban adalah seorang ulama nahwu yang tinggal di Baghdad. Ia dikenal sebagai ulama yang zuhud dan hanya mengkonsumsi makan dari jerih payahnya sendiri.
Sebelum berangkat mengajar, al-Hasan bin Abdillah selalu menyalin kitab sebanyak sepuluh lembar. Dari aktivitasnya ini, ia memperoleh uang sebesar sepuluh dirham dan dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhannya.
Syaikh al-Hasan bin Abdillah menulis kitab berjudul al-Iqna` yang membahas tentang nahwu. Namun kitab itu belum diselesaikan karena wafat, dan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Yusuf. (Inbah ar-Ruwah, 1/349).
Mahmud Muhammad Khaththab as-Subki
Syaikh Mahmud Muhammad Khaththab as-Subki menulis syarah Sunan Abi Dawud yang berjudul Manhal al-Adzb al-Maurud fi Syarh Sunan Abi Dawud. Namun karena keburu wafat, penulisannya belum tuntas. Penyempurnaan kitab tersebut dilakukan oleh putranya, Syaikh Amin Mahmud Khaththab as-Subki, dengan judul Fath al-Malik al-Ma’bud Takmilah al-Manhal al-Adzb al-Maurud. (at-Tashnif fi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 82).
Khalaf ath-Thuluni Abu Ali
Khalaf adalah seorang dokter hebat. Ia memiliki sebuah karya dalam disiplin ilmu yang digelutinya yang berjudul an-Nihayah wa al-Kifayah. Khalaf menulis kitab itu dalam waktu 38 tahun. (Uyun al-Anba`, hal. 499).
Muhammad ath-Thahir bin Asyur
Muhammad ath-Thahir merupakan seorang ulama besar yang memiliki banyak karya. Salah satunya adalah at-Tahrir wa at-Tanwir yang merupakan kitab tafsir. Di halaman akhir kitab itu tertulis bahwa penulisannya memakan waktu 39 tahun. (at-Tahrir wa at-Tanwir, 30/636).*
Wafat Saat Menulis Kitab
Syaikh Abdurrahman al-Mua’llimi adalah seorang ulama muhaqiq yang aktivitas hariannya sebagai korektor kitab-kitab. Pada tahun 1372 H, Syaikh al-Mua’llimi mendapatkan tugas sebagai penanggung jawab sebuah perpustakaan di Masjid al-Haram Makkah. Belakangan diketahui bahwa ia tertelungkup pada tumpukan kitab-kitab dalam kondisi sudah wafat. (al-A`lam li az-Zirikli, 3/342).
Ibnu as-Sunni adalah seorang ulama Hadits yang tsiqah penganut Mazhab asy-Syafi`i. Salah satu karyanya yang masyhur adalah Amal al-Yaum wa al-Lailah. Ibnu as-Sunni meninggal secara tiba-tiba saat menulis sebuah kitab. (al-A`lam li az-Zirirkli, 1/209).
Kisah serupa dialami oleh Abdullah bin Ibrahim al-Khairi, seorang ulama yang mahir dalam ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu faraidh, serta memiliki tulisan yang indah. Suatu hari ia menulis sebuah kitab dengan kondisi bersandar, lantas meletakkan penanya, dan berkata, “Sesungguhnya kematian ini adalah ucapan selamat yang baik.” Kemudian ia pun wafat. (Bughyah al-Wu`at, 2/29).
Seorang penulis Mesir yang bernama Hafizh bin Muhammad Najib mencatat perjalanan hidupnya. Di tengah-tengah proses menulis, ia wafat secara mendadak dan jatuhlah pena dari tangannya. Saat itu, ia sedang menulis baris terakhir dari buku jilid pertama. (al-A’lam li az-Zirikli, 2/165).*
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Desember 2022