Umat Islam menghadapi berbagai persoalan, dari masalah pemahaman terhadap syariah yang rendah hingga perekonomian dan keuangan yang lemah.
Hingga tahun 2018, penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,95 juta orang. Faktanya, sebagian besar dari mereka adalah umat Islam.
Kemiskinan tersebut berdampak pada kualitas hidup dan tingkat pendidikan yang rendah. Perlu ada solusi komprehensif untuk mengatasi permasalahan ini.
Salah satu solusi itu adalah wakaf, bagian dari syariat Islam yang mampu memberdayakan ekonomi umat, meminimalisir kerusakan alam, dan menjadi sarana menanamkan aqidah yang benar.
Harta pokok wakaf akan tetap abadi untuk dikelola. Hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraaan umat, dan memberdayakan mereka sehingga mampu keluar dari jerat kemiskinan. Aset wakaf di Indonesia cukup besar. Sayang, belum dimanfaatkan secara optimal.
Hingga Januari 2017, total aset wakaf dalam bentuk properti atau lahan mencapai 4,4 miliar m2, dengan perkiraan nilai ekonomi sekitar Rp 370 triliun. Namun tanah wakaf seluas itu masih terbatas pada proyek pembangunan fasilitas ibadah seperti masjid (44.3%) dan mushala (29.50%). Pemanfaatan bagi kegiatan sosial atau muamalah hanya 8.40%.
Hingga 19 Oktober 2017, terdapat 187 lembaga nadzir wakaf tunai yang telah resmi terdaftar di Badan Wakaf Indonesia (BWI). Jumlah wakaf yang terkumpul di BWI dari seluruh nadzir wakaf uang ialah sebesar Rp 185 miliar. Padahal potensinya sebesar Rp 120 triliun per tahun.
Jumlah aset wakaf yang sangat besar tersebut sayangnya belum digarap secara optimal. Bahkan banyak lahan yang terbengkalai dan tidak memberikan manfaat bagi kesejahteraan umat. Kalaupun dimanfaatkan biasanya hanya sebatas sebagai kuburan, masjid, majelis taklim atau pesantren, dan sekolah agama.
Bukan berarti mengecilkan fungsi tersebut. Namun jika dapat dimanfaatkan dengan lebih baik, maka manfaat wakaf akan semakin optimal.
Belum optimalnya pengelolaan wakaf, memunculkan berbagai ide dalam pemanfaatannya. Salah satunya adalah pemberdayaan nadzir sebagai pengelola wakaf. Saya menyebutnya dengan Nadzirpreneur, yaitu nadzir yang memiliki jiwa entrepreneur.
Istilah ini didasarkan pada sifat dari nadzir yang harus mampu mengelola harta wakaf sehingga dapat menghasilkan manfaat semaksimal mungkin. Kenyataannya, selama ini peran nadzir belum optimal.
Masih banyak yang hanya mengelola secara tradisional. Lebih parah lagi, ada nadzir yang tidak memahami bahwa pengelolaan harta wakaf haruslah didasarkan kepada nilai-nilai Islam, khususnya dalam menginvestasiikan harta wakaf. Tidak heran jika ada dana wakaf yang disimpan di bank ribawi, padahal sudah sangat jelas bahwa riba itu haram.
Landasan Filosofis
Ide tentang Nadzirpreneur ini memiliki landasan filosofis. Yakni sifat dari wakaf yang merupakan syariat Allah SWT.
Sebagai akad tabaru’ atau sosial, maka wakaf adalah upaya untuk memberikan kontribusi bagi umat Islam khususnya dalam bidang keuangan. Oleh karena itu, pengelolaan wakaf menjadi hal yang sangat penting.
Syariat wakaf mengajarkan bahwa sejatinya harta yang kita miliki adalah milik Allah. Itulah sebabnya kita harus ikhlas untuk mewakafkannya di jalan Allah.
Penyerahan harta di jalan Allah ini telah dijelaskan oleh Allah melalui lisan Rasul-Nya, akan memberikan pahala yang terus mengalir. Sementara keuntungan di dunia adalah mafaat dari wakaf tersebut yang terus bisa diambil. Kunci dari semua itu adalah adanya nadzir yang memahami hakikat wakaf dan hikmah-hikmahnya.
Landasan Sosial
Kaum Muslimin yang saat ini masih lemah secara ekonomi memerlukan adanya mekanisme untuk mengurangi kemiskinan. Wakaf memberikan solusi yang visioner, karena manfaatnya terus berkelanjutan. Bukan seperti infaq atau shadaqah yang seringkali cepat habis begitu saja.
Manusia pada dasarnya memiliki sifat dermawan yang tinggi. Sifat ini harus terus dipupuk agar semakin berkembang. Dan sifat ini akan semakin bertambah ketika disandingkan dengan ajaran agama yang sangat menganjurkan untuk tolong-menolong sesama umat Islam.
Merujuk pada fakta ini maka dapat disimpulkan bahwa Nadzirpreneur muncul dari sifat sosial manusia yang dermawan. Sifat ingin membantu suadaran agar dapat keluar dari jeratan kemiskinan.
Landasan Ekonomi
Wakaf sebagai bagian dari syariat Islam memiliki dimensi yang sangat kuat, khususnya dalam bidang ekonomi. Harta yang telah diberikan kepada nadzir akan menghasilkan keuntungan yang akan dimanfaatkan oleh umat untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Wakaf menjadi faktor pendorong aktivitas ekonomi masyarakat. Dengan pengelolaan yang profesional, maka akan menghasilkan keuntungan yang optimal sehingga akan menjadi penggerak ekonomi umat.
Penggunaan hasil wakaf yang tidak dibatasi memberikan kelonggaran dalam pemanfaatannya. Bahkan sebagian ulama membolehkan keuntungan wakaf untuk menjamu tamu, keluarga, serta kebutuhan umum lainnya.
Tahapan
Upaya menjadikan nadzir memiliki jiwa wirausaha dapat dilakukan dengan diawali membangun kepribadian entrepreneur. Ajaran Islam pun sangat menganjurkan umatnya agar memiliki jiwa entrepreneur, berusaha melakukan aktivitas yang dapat menghasilkan keuntungan optimal sekaligus siap untuk menanggung risiko yang mungkin muncul.
Selanjutnya, membekali diri dengan ilmu manajemen keuangan, khususnya terkait fiqih investasi. Setiap nadzir harus memahami bahwa harta wakaf yang dikelola haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis syariah. Tidak boleh mengelola wakaf dengan sesuatu yang diharamkan dalam Islam semisal maisir, gharar, riba, dan akad lain yang diharamkan.
Terakhir, amanah dan profesional dalam pengelolaan sekaligus pendistribusian kepada masyarakat. Hasil wakaf haruslah didistribusikan dengan prioritas kemasalahatan umat yang paling utama. Tentu saja ini harus didukung dengan kebijakan terhadap skala prioritas serta program-progam yang mampu meningkatkan kualitas perekonomian.
Dengan konsep Nadzirpreneur ini, diharapkan pengelolaan harta wakaf dapat berjalan secara optimal. Harapannya, akan mampu memberikan kontribusi bagi umat Islam.
*Penulis: Abdurrahman Misno (Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam Sahid (INAIS) Bogor)
*Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2020