Mendidik Anak Setangguh Anak Palestina

0
1138
Sumber gambar: www.republika.co.id

Setiap tanggal 05 April, Palestina memperingati Hari Anak Nasional, serta selalu diperingati setiap tahunnya, sama seperti Hari Anak Indonesia yang jatuh setiap tanggal 23 Juli. Sebagaimana dilansir kompas.com, kegiatan budaya, pendidikan, dan media yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang penderitaan anak-anak Palestina menghiasi peringatan hari anak di Palestina.

Tak seperti anak-anak di negeri kita, yang masih bisa merasakan kebebasan dan masih terjamin pendidikannya walau belum merata, anak-anak Palestina harus merasakan penderitaan yang sangat panjang, terutama yang ada dalam penjara.

Masih menurut laporan kompas.com, seperti dikutip dari kantor berita Palestina, Wafa, selain tidak diberi makan serta minum, sebanyak 85 persen anak Palestina juga mendapat pelecehan verbal dan kekerasan pada fisiknya.

Meski demikian, tak sedikit dari mereka yang punya ketangguhan dan keberanian luar biasa. Hal itu bisa dilihat dari video “Cara anak-anak Palestina menghilangkan kekhawatiran mereka ketika mendengar serangan roket Zionis” yang ditayangkan Middle East Eye dalam channel Youtube-nya bahkan viral hingga ke seluruh dunia pada tahun 2021 lalu.

Kepada dunia, mereka ingin menunjukkan ketangguhan serta ketabahan di dalam menghadapi berbagai teror Zionis “Israel” yang sudah banyak mendera kehidupan mereka. Serta ingin memperlihatkan bagaimana militansi mereka dalam membela agama, tanah kelahiran, dan kampung halaman mereka bernama Palestina.

Salah satunya ialah seorang anak perempuan (Balita,-red) berulang kali mengucap kalimat “Subhanallaah walhamdulillaah wa laa ila ha illallaah wallaahu akbar” di tengah gempuran serangan roket-roket Zionis “Israel” yang sewaktu-waktu dapat menimpanya.

Ada pula seorang anak perempuan, umurnya sekira tujuh tahun, merengek sambil menangis pada polisi Zionis “Israel” yang menahan kakak laki-lakinya—usia sekitar 10 tahun). Sementara sang kakak justru begitu tenang serta kuat menghadapinya.

Bagaimana para orangtua di Palestina, dari kalangan Muslim khususnya, mendidik anak-anak mereka dalam situasi maupun kondisi yang tak “biasa”?

Mendidik dengan Keteladanan

Lihatlah bagaimana para orangtua Palestina mendidik anak-anaknya hingga punya keberanian dan ketangguhan luar biasa. Salah satunya, aktivis Muslimah bernama Muna al-Kurd yang mendapat gelar di bidang komunikasi serta jurnalisme. Seperti dilansir dari Anadolu Agency (aa.com.tr), ia merupakan salah satu dari 27 keluarga Palestina yang menghadapi ancaman deportasi di Syaikh Jarrah.

Menurut Muna, wanita Palestina menunjukkan kepada dunia bagaimana mereka memperjuangkan kebebasan di Syaikh Jarrah, Yerusalem, serta Palestina. “Nenek saya dideportasi dari Haifa pada tahun 1948. Dia mengajari saya arti perjuangan dan perlawanan.” Lalu Muna menambahkan, bahwa dia mewarisi penolakan atas penjajahan yang dilakukan Zionis “Israel” terhadap Palestina dari neneknya.

Asale Kasim Abu Hasna, seorang aktivis yang menghadapi ancaman deportasi juga mengatakan, bahwa dia melawan pendudukan yang dilakukan oleh Zionis “Israel” terhadap Palestina sebagai perjuangan untuk eksistensi yang diwarisi dari ibunya.

“Nenek serta ibu saya mempertahankan tempat ini (Palestina,-red) sampai nafas terakhir mereka, dan saya akan terus melakukannya. Ini adalah perjuangan untuk eksistensi,” tegas ahli kacamata Palestina, Asale Hasna, seperti dikutip aa.com.tr.

Melibatkan Ayah

Bagi anak-anak perempuan Palestina, ayah adalah cinta pertama mereka dan bagi anak laki-lakinya, ayah ialah sosok pahlawan. Mereka mendapat keberanian untuk melawan penjajah Zionis “Israel”, salah satunya dari sosok ayah.

Diantaranya ialah seorang gadis bernama Ahed Tamimi, yang sejak berusia remaja dengan berani menghadapi militer Zionis “Israel” bersenjata lengkap dan bertatap muka secara langsung serta menuntut supaya meninggalkan wilayah yang mereka tempati. Bahkan bersikap acuh terhadap ancaman dan serangan tentara tersebut.

Gadis Palestina berambut pirang ini dibesarkan di desa Nabi Saleh di Tepi Barat. Ia memiliki beberapa pengalaman yang tidak akan pernah terlupa dalam ingatannya. Ia pun dibangunkan oleh tentara Zionis “Israel” bersenjata lengkap ketika berada di kamarnya, dan beberapa diantaranya bertopeng. Ia menyaksikan penangkapan anggota keluarganya, termasuk ayahnya, Bassem Tamimi, yang pernah ditangkap tentara Zionis “Israel” sebanyak sembilan kali (middleeastmonitor.com).

Menanamkan Tanggung Jawab Sejak Balita

Bahkan anak-anak Palestina suka tak suka harus selalu siap jikalau sewaktu-waktu salah satu atau kedua orangtua mereka ditangkap tentara Zionis “Israel” saat ikut turun ke jalan dalam berbagai aksi bela Palestina. Oleh karenanya, para orangtua Palestina menanamkan tanggung jawab kepada anak-anak mereka sejak Balita.

Beesan ialah salah satunya. Ibunya, Lama Khater, pada tahun 2018 ditangkap oleh tentara Zionis “Israel” karena menulis mengenai kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan Zionis “Israel” kepada rakyat Palestina dalam website independen Noon Post.

Anak tertua Lama Khater ini sudah menyelesaikan sekolah menengah pada tahun 2018 dan sudah mendaftar di Universitas Birzeit dekat Ramallah, dua jam di utara Hebron. Sekarang ini, Beesan mempertimbangkan untuk menunda studinya. Juga berencana hendak mengambil jurusan keperawatan, serta tetap tinggal di rumah untuk merawat dan menjaga adik-adiknya.

“Saya tidak akan bisa tinggal jauh dari rumah selama ibu saya tidak ada,” katanya, “saya harus tinggal di rumah untuk merawat adik-adik. Ini semua tanggung jawab saya sekarang.” (aljazeera.com).

Semoga kita bisa meneladani dan mengambil segala pelajaran dari para orangtua di Palestina. Termasuk juga mendukung segala upaya yang mereka lakukan untuk membela agama Allah dan mempertahankan tanah Palestina, dengan membantu baik secara moril maupun materiil.

Penulis: Sarah Mantovani (Aktivis Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia)

Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2022