Masjid al-Millah Sidoarjo, Suport Da’i di Daerah Terpencil

0
76

Punya beberapa program unik, salah satunya mensuport da’i-da’i di daerah terpencil. Kenapa?

Rumah ibadah itu selalu ramai oleh jamaah, entah waktu shalat fardhu maupun kajian umum. Beberapa programnya pun terbilang unik, berbeda dengan masjid pada umumnya.

Adalah masjid al-Millah, yang berlokasi di perumahan Pondok Jati, Sidoarjo, Jawa Timur. Salah satu program masjid ini yang unik, yaitu “al-Millah Berbagi“, sebuah kegiatan bakti sosial (baksos) guna mensuport da’i-da’i di daerah terpencil rawan pemurtadan ataupun daerah minoritas Muslim.

“Bentuk baksosnya meliputi berbagi sembako, berbagi kesehatan (pemeriksaan kesehatan gratis), dan berbagi sarung, mukena serta baju koko (Sarmuko),” ujar Ketua Takmir Masjid al-Millah, Rochanto, kepada Suara Hidayatullah, beberapa waktu lalu.

Selain baksos di atas, takmir juga membagikan sebagian daging qurban ke daerah-daerah binaan pemateri yang rutin mengisi kajian di masjid al-Millah. Kegiatan itu biasanya dilakukan saat momen Idul Adha. Takmir juga melakukan penggalangan dana dan bantuan kemanusiaan untuk mendukung kegiatan para asatidz tersebut.

“Dengan mendukung kegiatan para asatidz di daerah pelosok, diharapkan jamaah ikut melakukan amal jariyah tak hanya di lingkungan sekitar masjid, tapi juga bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas,” jelasnya.

Kajian Outdoor

Untuk kajian umumnya, dari yang sudah terjadwal, kajian rutin setiap Sabtu ba’da shalat Maghrib dan Ahad ba’da shalat Shubuh menjadi andalan bahkan wajib bagi jamaah setia masjid al-Millah. Lalu, ada juga kajian khusus Muslimah setiap Selasa waktu Dhuha.

“Setelah kajian selesai, maka diakhiri dengan makan bersama,” ungkap Rochanto, berbagi tips agar setiap kegiatan kian semarak.

Untuk materi yang dipelajari dalam kajian meliputi Ilmu Hadist yang diisi oleh Dr. Zainuddin Lc., MA., syarah Hadist Arbain Nawawi oleh Ustadz Abdul Rouf, tauhid oleh Ustadz Drs. Najih Ikhsan, tafsir al-Qur’an oleh Ustadz M. Zaini, Ustadz Yunan Daris AM. Sedangkan untuk materi tematik diampu oleh Ustadz Bangun Samudra.

Menariknya, takmir juga mengadakan kajian outdoor untuk rihlah ataupun study banding ke masjid-masjid terkenal dan lebih maju seperti masjid Jogokaryan dan masjid Suciati di Yogyakarta. Sedangkan untuk rihlah, pernah diselenggarakan di Pusdiklat Hidayatullah Kota Batu, Jawa Timur maupun Pesantren Daarut Tauhiid Kota Bandung, Jawa Barat.

Selain kajian umum, ada juga program kegiatan keagamaan di luar ibadah shalat fardhu seperti “Kampoeng Ramadhan” yakni penyediaan ifthar, penyelenggaraan shalat Tarawih serta I’tikaf, santunan anak yatim dan dhuafa, pengumpulan zakat fitrah dan maal serta mengadakan kegiatan lomba untuk anak-anak seperti lomba azan, hafalan al-Qur’an, dan lain-lain.

“Ada juga pengumpulan hewan qurban, penyembelihan hingga pembagian daging qurban,” imbuh Rochanto.

Lalu, apa kiat-kiat yang sudah dilakukan takmir sehingga masjid al-Millah menjadi makmur di setiap penyelenggaraan kegiatan ibadahnya? Rochanto menjelaskan, yakni memberikan pelayanan sebaik mungkin pada jamaah dengan cara menjaga kebersihan masjid, khususnya ruang ibadah utama serta toilet dan tempat wudhu.

“Menjaga kebersihan itu mutlak, karena dengan lingkungan bersih, jamaah akan betah, aman, dan nyaman dalam melaksankan shalat berjamaah di masjid,” kata Rochanto.

Layanan lainnya berupa memilih beberapa imam shalat yang bagus dalam suara, makhraj, tajwid, dan tartil bacaannya, sehingga menambah kekhusukan di dalam melaksanakan shalat berjamaah. Lalu memilih muadzin yang bagus suaranya dan enak didengar, menghadirkan para ustadz yang bagus dan menarik untuk mengisi kajian rutin, serta menyediakan makanan (snack) dan minuman tiap selesai kajian.

“Sesekali mendatangkan pemateri kajian dari luar (yang berskala nasional) untuk memberikan tausiah dalam kajian-kajian spesial,” imbuh Rochanto.

Rochanto pun berpesan untuk para takmir, posisikan diri sebagai pelayan jamaah, bukan penguasa masjid. Sehingga pendekatan yang bisa dilakukan kepada jamaah adalah pendekatan kekeluargaan, bukan kekuasaan.

Selain itu, lanjut Rochanto, takmir harus mampu menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan jamaah, mampu menjadikan masjid mandiri, tempat silaturrahmi dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan agama Islam, dan bisa memberikan manfaat sosial kepada masyarakat sekitar.

“Takmir juga harus ikhlas, amanah, profesional serta akuntabel,” imbuhnya.

Berawal dari Pengajian

Masjid al-Millah didirikan pada pertengahan tahun 1990-an, di area tanah fasilitas umum (Fasum) milik perumahan yang luasnya sekitar 1.200 meter persegi. Masjid ini dibangun dari biaya gotong-royong warga sekitar.

Ide mendirikan masjid al-Millah pun tak muncul begitu saja. Yakni diawali dengan keinginan beberapa warga Muslim lingkungan RW 8 perumahan Pondok Jati Kota Sidoarjo untuk menggelar silaturahmi, sekaligus juga diisi dengan siraman rohani.

“Maka diadakanlah pengajian dari rumah ke rumah dengan menghadirkan ustadz-ustadz yang dikenal oleh warga,” jelas Rochanto.

Dari kegiatan pengajian rumah ke rumah tersebut kemudian muncullah keinginan untuk mendirikan masjid sebagai tempat shalat berjamaah serta kegiataan ibadah bagi warga Muslim seperti pengajian rutin, penyembelihan hewan qurban, shalat Tarawih, dan sebagainya.

“Masjid al-Millah pertama kali didirikan dengan ukuran 10 x 10 meter dan mampu menampung. Dalam perkembangannya hingga saat ini, bangunan masjid tersebut sudah mengalami tiga kali renovasi besar, sehingga sekarang mampu menampung sekitar 730 orang jamaah.

Untuk rinciannya; ruang utama kapasitasnya adalah 400 jamaah, sedangkan ruang lantai 2 kapasitasnya 80 jamaah. Kemudian serambi selatan dapat menampung 50 jamaah, dan serambi utara dapat menampung 200 jamaah.*Achmad Fazeri/Suara Hidayatullah
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Januari 2022.