Setiap tahunnya, puluhan hingga ratusan mahasiswa melanjutkan studi ke negara yang erat sekali perjalanan sejarahnya dengan bangsa Indonesia. Ya, Belanda menjadi satu di antara banyak negara di Eropa yang didatangi berbagai pelajar di seluruh dunia. Seperti apa Muslim di negara kincir angin itu? Munji Asshiddiqi, mahasiswa master di Wageningen University & Research, Belanda menyajikan untuk Anda.
Perkembangan Islam di Belanda banyak dipengaruhi oleh pendatang, di antaranya, Turki, Suriname, Indonesia, sampai Maroko. Semua negara tersebut turut andil mewarnai perjalanan paguyuban masyarakat Muslim di Belanda.
Inklusivitas Beragama
Meski agama Islam hanya minoritas dengan jumlah 5 persen dari total penduduk Belanda, syukurnya toleransi antar umat agama sangat dijunjung tinggi di sini. Hal ini menjadikan kami dengan leluasa dapat mengekspresikan jati diri sebagai seorang Muslim. Di mana tidak ada gangguan bahkan rasa takut untuk beraktivitas sebagai Muslim.
Situasi ini tentu sangat bertolak belakang dengan beberapa kondisi Islamofobia di beberapa negara Eropa lainnya yang acap kali mencederai kenyamanan beribadah maupun identitas sebagai Muslim.
Prinsip inklusivitas menjadi salah satu yang sangat di dukung oleh pihak kampus di Belanda. Universitas Wageningen tempat saya menimba ilmu, contohnya. Secara inklusif menyediakan ruang bagi mahasiswa yang ingin menjalankan ibadah shalat.
Ruangan itu bersifat terbuka untuk semua, dapat dimanfaatkan menjadi sarana kontemplasi dan menjalankan ibadah masing-masing atau sekadar tempat untuk beristirahat sejenak di sela aktivitas perkuliahan.
Namun sayang, tidak semua gedung dilengkapi ruang khusus seperti itu, karena itu sering di antara kami memanfaatkan ruang perkuliahan yang kosong atau fasilitas yang ada untuk dijadikan tempat menunaikan shalat. Umpamanya, saat sedang di perpustakaan atau di gedung tertentu, kami menginisiasi untuk memesan ruangan khusus sebagai tempat belajar, yang nantinya akan kami gunakan juga sebagai ruangan shalat yang nyaman tanpa mengganggu aktivitas lainnya.
Tantangan lainnya juga jatuh pada kesigapan kita akan perubahan musim. Pada saat musim dingin misalnya, kami tidak bisa dengan leluasa menuju ruangan ibadah dengan berpindah-pindah dari satu gedung ke gedung lainnya. Ditambah lagi dengan adanya perubahan waktu shalat yang sangat signifikan. Hal ini juga memaksa kami untuk dapat saling mengingatkan agar tidak kelewatan kapan waktu shalat tiba dan berakhir.
Pengalaman Ujian di Situasi Idul Fitri
Bulan Ramadhan merupakan suatu yang dinantikan oleh warga Muslim dunia setiap tahun. Sebagai perantau, di negeri minoritas Muslim pastilah berbeda dan punya tantangan tersendiri. Kami sangat dituntut untuk disiplin menjalankan ibadah shalat wajib dan Sunnah. Keterampilan dalam membagi dan mengatur waktu juga sangat penting, agar terus dapat menyeimbangkan antara aktivitas belajar dan ibadah pada bulan Ramadhan.
Penting bagi kami untuk berkumpul dalam satu komunitas untuk saling meneguhkan keimanan. Hal lain yang tidak kalah penting yakni harus menahan lapar dan dahaga selama lebih kurang 16 jam.
Sebagai mahasiswa tantangan tersebut memaksa kami untuk tetap memprioritaskan ibadah seraya tetap fokus dalam belajar. Ramadhan ini menjadikan kami menjadi lebih dekat, banyak momen ibadah yang kami lakukan secara kolektif untuk menambah pahala atas keberkahan bulan Ramadhan.
Misal shalat Tarawih, kami selalu berjamaah menggunakan ruang umum apartemen atau di kediaman salah satu di antara mahasiswa yang memiliki tempat cukup luas untuk dilaksanakan shalat berjamaah.
Kendati begitu, kegiatan berkumpul setelah shalat pun harus dilakukan seefektif mungkin karena jadwal shalat yang relatif larut malam sekitar jam 22.00 CET (Central Europian Time). Jika akhir pekan, barulah kami bisa shalat berjamaah di masjid, sesekali kami mengunjungi masjid-masjid di luar kota Wageningen.
Sayangnya, saat hari raya Idul Fitri tiba, kami mahasiswa di Belanda, malah harus bertempur membuka lembar per lembar soal ujian. Hari raya kali ini jadi salah satu catatan perjuangan bagi kami, karena bertepatan dengan Exam Week di mana dalam sepekan ini kami harus benar-benar fokus untuk dapat menunjukkan bukti performa belajar yang sudah kami jalani.
Sedihnya, ada di antara kami yang harus melewatkan momen sakral seperti shalat berjamaah bersama masyarakat Muslim lainnya di Moskee (Masjid) Wageningen, karena waktu shalat bertepatan dengan jadwal ujian yang sudah ditetapkan.
Forum Kajian Rutin
Dengan kenyataan seperti ini, sebuah komunitas Muslim menjadi sangat dibutuhkan agar dapat mewadahi, saling mengingatkan, dan menguatkan iman di antara kita. Saya sangat bersyukur dengan adanya komunitas Pengajian Wageningen yang dapat mengakomodir Muslim Indonesia yang sedang berada di Kota Wageningen.
Ada juga komunitas yang berskala Internasional yang dapat menjalin silaturahmi dan meningkatkan pengetahuan Islam secara global. Komunitas ini dikenal sebagai Avicena sebagai forum sesama Muslim Internasional di Wageningen. Dengan adanya komunitas ini, kami akhirnya dapat saling berbagi ilmu pengetahuan dengan melaksanakan beberapa kegiatan kajian dan juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling mengenal dan mempererat silaturahmi.
Komunitas ini menjadi sangat penting keberadaannya di mana banyak sekali tantangan yang dihadapi ketika bergaul dengan individu dan komunitas International lainnya. Maka setiap bulan kajian rutin diadakan dengan membahas berbagai tema keislaman yang sangat relevan dengan tantangan Muslim dalam beribadah selama berada di Belanda, baik ketika menjalani perkuliahan, bekerja, hingga saat melakukan perjalanan ke kota-kota lainnya.
Di samping itu, komunitas Muslim Indonesia di Belanda tidak terbatas hanya pengajian yang diinisiasi oleh para mahasiswa saja. Mengingat jumlah penduduk Muslim Indonesia yang berada di Belanda cukup banyak, beberapa komunitas Muslim asal indonesia juga tersebar di berbagai kota, seperti: Utrecht, Amsterdam, Denhaag, dll.
Untuk itu, Pengajian Wageningen sebagai sebuah forum Muslim terhubung dengan pengajian-pengajian Indonesia lainnya yang berada di Belanda. Komunitas ini dikenal dengan FORKOM NL (Forum Komunikasi Komunitas Muslim Indonesia) di Belanda.
FORKOM NL selama ini berperan menjadi wadah silaturahmi bagi masyarakat Muslim Indonesia yang sedang berada di Belanda untuk dapat saling bertukar informasi keislaman dan memperluas ukhuwah Islam dengan sesama Muslim Indonesia.
Bangun Masjid
Tak kalah dengan penduduk Muslim dan imigran lainnya, komunitas Muslim Indonesia di Belanda juga mulai menunjukkan eksistensinya. Salah satunya, ditandai dengan adanya Stiching Generasi Baru (SGB) sebagai yayasan komunitas Muslim Indonesia di Belanda. Komunitas ini memiliki Islamic Center yang berlokasi di Kota Utrecth. Bahkan setiap tahunnya sering mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti ceramah keislaman dengan mengundang seluruh Muslim Indonesia yang berada di Belanda.
Diinisiasi oleh SGB dan bekerja sama dengan komunitas Muslim di setiap kota di Belanda, saat ini juga sedang menggalang donasi pembangunan masjid Indonesia pertama di Belanda. Dengan jumlah yang cukup banyak, sudah saatnya Muslim Indonesia yang berada di sini mempunyai masjid sendiri sebagai pusat berbagai kegiatan juga dapat menjadi wadah dakwah agama Islam dalam mempersatukan semua masyarakat Muslim Indonesia.*
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Desember 2022