Beliau biarkan cucunya naik ke punggungnya saat beliau shalat
Dialah Rasulullah yang paling baik akhlaknya kepada keluarganya. Tak terkecuali pada cucu-cucunya. Kelemah lembutan dan kasih sayangnya dapat dilihat dari caranya memperlakukan cucu-cucunya.
Kisah yang dapat diteladani dari perlakuan Rasulullah kepada cucunya ialah saat ia bersama Umamah bin Abil ‘Ash. Umamah merupakan cucu pertama yang sudah barang tentu menjadi cucu kesayangan Rasulullah. Dari peristiwa inilah kemudian dapat diambil hikmah bahwa seseorang boleh membawa anak dengan menggendongnya ketika salat.
Dari Abu Qatadah RA, ia berkata “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggendong Umamah bintu al Ash, putrinya Zainab bintu Rasulullah, di pundak beliau. Apabila beliau shalat maka ketika rukuk, Rasulullah meletakkan Umamah di lantai, dan apabila bangun dari sujud maka beliau kembali menggendong Umamah” (Riwayat Bukhari Muslim).
Kedekatannya dengan cucu pertamanya mencerminkan betapa besar kasih sayang beliau. Hal itu tercermin pula pada perlakuan Rasulullah yang mengistimewakan Umamah sebagai cucunya. Seolah ia memiliki kedudukan teristimewa di hati sang kakek. Diriwayatkan dari Aisyah RA, kisah tentang perhiasan yang Rasulullah berikan pada Umamah.
Ummul Mukminin Aisyah bercerita, Rasulullah pernah diberi sebuah kalung oleh seorang perempuan. Beliau lalu bersabda, “Aku akan memberikan hadiah ini kepada keluargaku yang paling aku cintai.” Aisyah RA pergi bersamanya. Kemudian Rasulullah memanggil Umamah putri Zainab, dan mengalungkan hadiah itu di lehernya (Riwayat Ahmad).
Kisah lain, an-Najasyi memberi hadiah kepada Rasulullah perhiasan. Di antara perhiasan tersebut adalah sebuah cincin emas. Beliau ambil cincin itu dan mengirimkannya kepada putrinya Zainab. “Berhiaslah dengan ini wahai cucuku.” (Riwayat Sunan Abu Dawud dihasankan oleh al-Albani).
Umamah pun mengenakannya dan menikmati kasih sayang, perhatian, dan kelembutan kakeknya.
Selain Umamah, Rasulullah memiliki cucu dari Fatimah, yakni Hasan dan Husain. Sebagai kakek, Rasulullah senantiasa menjadi teladan yang baik bagi seluruh anggota keluarganya, termasuk di hadapan cucu-cucunya. Beliau berakhlak baik: mulai dari teladan tingkah laku, bertutur kata, hingga raut wajah. Sebagai kakek, Rasulullah senantiasa bersabar menghadapi tingkah laku cucu-cucunya yang masih kecil.
Hal itu dapat kita lihat ketika cucu-cucu lelakinya bermain ke punggung Rasulullah ketika shalat. Rasulullah menahan dirinya untuk segera bangkit dari sujud karena mendapati Hasan dan Husain tengah asyik bermain di atas punggungnya. Beliau baru bangkit tatkala Hasan dan Husain sudah turun dari punggungnya.
Diriwayatkan dari Nasai dan Hakim Syaddad mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah pernah datang kepada kami dalam salah satu shalat fardhu malamnya (Maghrib atau Isya’), sambil menggendong Hasan atau Husein, lalu Rasulullah maju ke depan (untuk mengimami), beliau pun menurunkannya (Hasan atau Husein), lalu bertakbir untuk memulai shalatnya. Di tengah-tengah shalatnya beliau sujud dengan sujud yang panjang.
Syaddad mengatakan, maka aku pun mengangkat kepalaku, dan ternyata ada anak kecil (Hasan atau Husein) di atas punggung Rasulullah yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud. Setelah Rasulullah menyelesaikan shalatnya, para Sahabatnya bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau telah bersujud dengan sujud yang panjang di tengah-tengah shalatmu, sehingga kami mengira terjadi sesuatu, atau ada wahyu yang turun kepadamu?” Beliau menjawab, “Bukan karena itu semua, akan tetapi cucuku (Hasan atau Husein) menunggangiku, dan aku tidak ingin segera menyudahinya sampai ia puas dengan keinginannya”.
Pemandangan Rasulullah menggendong cucunya merupakan pemandangan yang tidak aneh bagi para Sahabat. Hal tersebut pernah terjadi tatkala Rasulullah sedang berkhutbah di mimbar, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasai dan Ibnu Majah yang dishahihkan oleh Al-Albani, Buroidah mengatakan, “Suatu saat Nabi berkhutbah, lalu datanglah Hasan dan Husain yang memakai baju merah. Keduanya berjalan tertatih-tatih dengan baju tersebut, maka beliau pun turun (dari mimbarnya) dan memotong khutbahnya. Lalu beliau menggendong keduanya dan kembali ke mimbar, dan mengatakan, “Maha benar Allah dalam firman-Nya, ‘Sungguh harta-harta dan anak-anak kalian itu adalah fitnah (cobaan)’, aku melihat kedua anak ini tertatih-tatih dengan bajunya, maka aku tidak sabar, hingga aku memotong khutbahku, lalu aku menggendong keduanya”.
Selain itu, Rasulullah menjadi teladan dalam bertutur kata baik dan senantiasa melantunkan doa yang baik bagi para cucu-cucunya. Tercermin dari terkabulnya doa Rasulullah pada Hasan saat duduk dipangkuannya.
Sahabat Abu Bakrah mengisahkan, suatu hari Nabi sedang memangku cucunya Hasan. Sambil memangku itu beliau berbicara kepada kami. Sesekali beliau menghadap kepada kami, dan sesekali beliau mencium cucunya. Lalu beliau bersabda, “Sejatinya cucuku ini adalah seorang pemimpin besar, dan bila ia berumur panjang, niscaya dia akan mempersatukan/mendamaikan antara dua kelompok umat Islam yang sedang bertikai” (Riwayat Ahmad dan lainnya).
Sungguh benar Rasulullah, Hasan menjadi pemersatu dua golongan umat Islam yang bertikai. Ia menanggalkan kepemimpinannya kepada sahabat Muawiyah hingga seluruh umat Islam yang sebelumnya bertikai hingga terjadi peperangan sengit.
Menjadi kakek merupakan fase di mana berada pada masa tua dengan penuh kelemahan secara fisik. Namun, dengan mewariskan akhlak baik yang bisa diteladani oleh cucu, maka sudah barang tentu akan memiliki kekuatan ikatan batin dan psikologis. Berlaku lemah lembut, perhatian, penuh kasih sayang, sabar, dan senantiasa bertutur kata yang baik merupakan akhlak yang patut diteladani dari Rasulullah sebagai kakek.
Maka, jadilah seorang kakek sebagaimana yang sudah dicontohkan Rasulullah. Insya Allah, dengan bersandar dan terus memohon pertolongan Allah, akhlak yang diberikan untuk cucu-cucu akan membekas, menorehkan kesan kenangan yang baik dan tak terlupakan serta akan mewariskan akhlak yang baik pula bagi para cucu.
Penulis: Siti Amila Rafiani Silmi
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Maret 2021