Selain menghafal al-Qur’an, para santri akan memperoleh bimbingan intensif di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.
Meski di luar hujan menderas, puluhan murid tampak asyik berolahraga di sebuah ruangan. Suasana pagi yang dingin itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap beraktivitas.
Itulah sekilas rutinitas Pusat Pendidikan Anak Shalih Yatim-Dhuafa (PPAS) Pondok Pesantren Hidayatullah Sibolga-Tapanuli Tengah (Tapteng) yang terletak di Jalan AMD, Gang Serasi, Kalangan, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapteng, Sumatera Utara (Sumut).
Animo masyarakat sekitar sangat tinggi terhadap keberadaan Hidayatullah Sibolga Tapteng, karena membuka sekolah setingkat Raudhatul Athfal (RA), Taman Kanak-kanak (TK), dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) tanpa biaya pendidikan—alias gratis. Selain itu, di daerah tersebut memang sulit untuk mencari sekolah Islam.
“Wali santri di sini kebanyakan dari keluarga kurang mampu. Ada yang jadi petani, tukang becak, nelayan, dan buruh bangunan,” kata Ustadz Fiman Hadait Munthe, pimpian pesantren sekaligus juga Ketua Yayasan Darul Ma’rifah—yang menaungi Hidayatullah Sibolga-Tapteng—kepada Suara Hidayatullah, beberapa waktu lalu.
Saat ini, murid RA serta TK Luqman al-Hakim berjumlah 30 anak. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung mulai jam 8 pagi sampai 11 siang, tiap Senin hingga Kamis.
Sedangkan untuk murid MI Luqman al-Hakim berjumlah 50 anak, sebagian mukim di asrama. “Untuk murid MI pulang sore. Gurunya bagus, hafizh Qur’an,” ujarnya.
Khusus MI masih sampai kelas 3 karena baru berdiri pada tahun 2019. Adapun RA dibuka sejak tahun 2017 serta sudah meluluskan puluhan murid. Pesantren juga membuka program tahfizh khusus putri setingkat SMA—jumlah santrinya saat ini ada 20 orang. Program unggulan mulai RA, TK, hingga MI adalah tahfizh al-Qur’an.
“Lahan ponpes hanya seluas 2.500 meter persegi, jadi untuk pendidikan jenjang SMP dan SMA kedepan kita akan cari lahan di tempat lain. Mohon doanya,” papar pria asal Kabupaten Dairi, Sumut ini, seraya minta didoakan.
Bekas Rawa Berlumpur
Ponpes Hidayatullah Sibolga-Tapteng dulu berupa rawa dan semak belukar. Yakni wakaf dari pasangan suami istri Haji Yasmal dan Hajah Marnis—donatur di Rumah Yatim dan Dhuafa yang dikelola oleh Ustadz Fiman—pada tahun 2013 silam.
Sebelum dapat tanah wakaf tersebut, Fiman masih ngontrak di sebuah rumah. Ia tidak kenal lelah untuk bersilaturahmi ke tokoh serta masyarakat sekitar, hingga akhirnya dipertemukan oleh Allah Ta’ala dengan pasutri tersebut.
“Beliau punya tanah 1,4 hektar, tetapi yang mau diwakafkan 2.500 meter persegi dan berupa rawa,” kata alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Hidayatullah Depok Jawa Barat ini.
Meskipun berupa rawa, Fiman tidak menolaknya. Ia meyakini, bahwa itu jawaban dari Allah Ta’ala atas doa yang senantiasa ia panjatkan. Besoknya, ia mendatangi lokasi tersebut. “Begitu kita masuk (mencebur,-red), lumpurnya sampai selutut,” kenangnya tersenyum.
Fiman mengaku, butuh waktu enam bulan untuk membersihkan serta menguruk rawa itu dengan tanah. Ketika ada sedikit dana, ia gunakan untuk membeli tanah. Kalau dihitung mungkin ada lebih dari 200-an dump truck. “Jadi, pekerjaan kita itu menguruk rawa, bahkan sampai hari ini,” selorohnya.
Usai menguruk sebagian, secara bertahap mulai dibangun masjid, asrama, hingga sekolah. “Baru tahun 2015 setelah berdiri yayasan, santri yang dari kontrakan kita pindah ke lokasi pesantren,” ujarnya.
Patungan dari Jamaah Pengajian
Fiman sendiri pertama kali menginjakkan kaki di Sibolga pada tahun 2010, setelah mendapat amanah dari Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Sumut agar berdakwah di sana.
Saat itu, ia bersama keluarga kecilnya bertahan hidup dengan berjualan es serta aneka gorengan yang dititipkan ke sekolah-sekolah. Fiman juga mengisi pengajian di beberapa lokasi.
Untuk tempat tinggal, ia sempat pindah beberapa kali, dari satu rumah ke rumah kontrakan lainnya. Dan menariknya, uang untuk membayar kontrakan ia dapatkan dari patungan beberapa jamaah yang simpati serta ingin mendukung Fiman untuk mendirikan PPAS Yatim dan Dhuafa.
“Kita kontrak rumah untuk menampung anak yatim, lalu kita sekolahkan mereka. Termasuk juga menghafal al-Qur’an,” ujarnya. Pertama kali, Fiman mendapat tiga anak yatim yang bersedia menjadi santri PPAS. Seiring waktu jumlahnya pun terus bertambah.
Pesantren Tahfidz Agrowisata
Bila musim libur tiba, daerah Sibolga khususnya Tapteng, amat ramai pengunjung. Maklum, kabupaten ini dikenal masyarakat sebagai Negeri Wisata Sejuta Pesona.
Berkah ini seolah tak luput dari perhatian Fiman dan pengurus pesantren lainnya. Muncullah ide untuk membangun pesantren yang berbeda, yakni mengangkat sisi pariwisata khas setempat. “Alhamdulillah dapat lokasi di pegunungan. Ada sungai juga. Kita kasih nama Pesantren Tahfizh-Agrowisata (PTA),” tuturnya.
Lokasi pesantren seluas 17 hektar ini ada di Kelurahan Sipange, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapteng. PTA dikhususkan buat santri putra dengan program unggulan pembelajaran al-Qur’an—tahfizh serta tahsin.
Selain itu, para santri akan memperoleh bimbingan intensif di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. “Semua dikelola santri, dan ilmunya akan dibimbing,” ungkap Fiman.
Untuk peternakan, kini sudah ada sapi dan kambing. Sedangkan untuk perikanan, pengurus akan memanfaatkan sungai yang masih dalam tahap penyelesaian. Dan untuk pertanian, nantinya akan menanam alpukat dan beberapa jenis durian.
“Ada pohon durian kampung, tapi rencana kita mau tambah durian Musangking, Kani, Bawor, serta Montong. Saat ini masih penataan lokasi, jadi belum ditanam,” jelasnya.
Fiman mengatakan, pengurus akan serius mengelola PTA dengan standar wisata, sehingga diharapkan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk berkungjung. “Jadi memang ditata jadi tempat wisata,” tutupnya. *Azim Arrasyid/Suara Hidayatullah
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Februari 2022.