-6 C
New York
Selasa, Januari 21, 2025

Buy now

spot_img

Hidayatullah, Dari Gunung Tembak ke Nusantara

Secuil kisah para da’i yang membawa Hidayatullah berkembang ke seantero negeri.

“Kader Hidayatullah harus kerja ‘gila’!” kata KH. Hasyim HS, mengutip pernyataan pendiri Hidayatullah, Allahuyarham KH. Abdullah Said. Hal itu disampaikannya dalam taushiyah Shubuh pada acara Sarasehan Pendiri dan Perintis Hidayatullah di Batam, Kepri, (11/6/2015).

Apa maksud kerja “gila”? “Itulah totalitas dalam berdakwah,” jelas Hasyim.

Abdurrahman Muhammad, sahabat dekat Abdullah Said, juga punya cerita. Hal ini dikisahkan dalam sebuah majelis yang dihadiri para tetua Hidayatullah pada Oktober 2012 di Gunung Tembak, Balikpapan, Kaltim.

Di awal perintisan Kampus Hidayatullah Gunung Tembak, Abdullah Said mengumpulkan sejumlah santri. Sebenarnya, mereka bukanlah santri-santri pilihan. Mereka belum memiliki banyak keahlian, juga belum terlalu menguasai ilmu-ilmu agama.

Namun, mereka berani memikul amanah yang rasanya tak akan sanggup dipikul anak muda kebanyakan. Yakni, membuka kampus Hidayatullah di ujung timur Nusantara: Papua.

Anak-anak muda ini berangkat dengan bekal seadanya. Uang yang dibawa hanya cukup untuk perjalanan hingga ke atas kapal. Selebihnya, mereka dipersilakan berikhtiar sendiri seraya selalu berharap pertolongan dari Allah SWT.

Di Papua, mereka harus memanggul sendiri bahan-bahan bangunan yang kelak akan dipakai untuk membangun kampus, melewati belantara berjarak puluhan kilometer. Jika ada persoalan berat yang sulit dipikul, para santri ini diminta mengadukan seluruh persoalan kepada Allah lewat shalat malam.

“Mengadulah kepada Allah lewat rukuk dan sujud yang lama,” kata Abdurrahman menirukan nasihat Abdullah Said.

Bertahun-tahun kemudian, sekelompok anak muda ini berhasil mendirikan pesantren di tanah Papua. Namun, tugas belumlah selesai. Sebagian dari mereka kembali ditugaskan membuka kampus-kampus baru di daerah lain. Kali ini di barat Nusantara, tepatnya di sebelah utara Sumatera.

“Beginilah kader-kader Ustadz Abdullah Said digembleng. Mereka bukan da’i biasa. Mereka da’i pejuang. Kita semua adalah kader beliau. Kita adalah buah dari kiprah beliau,” jelas KH. Abdurrahman Muhammad yang kini menjadi Pemimpin Umum Hidayatullah.

Berani

Hal serupa diceritakan oleh Ustadz Anshor Amiruddin, seorang kader senior, dalam acara Sarasehan Pendiri dan Perintis Hidayatullah di Batam (11/6/2015).

“Saat itu, tidak ada rasa takut pada diri kader ketika ditugaskan ke mana saja. Sebab, Allahuyarham Ustadz Abdullah Said selalu berkata ‘Allah yang di Gunung Tembak sama dengan Allah yang ada di tempat tugas yang baru. Jadi, mintalah pertolongan kepada Allah sebagaimana kita di Gunung Tembak juga meminta pertolongan kepada Allah’,” kata Anshor yang pada Agustus 2020 lalu telah dipanggil oleh Allah Ta’ala.

Hal senada diutarakan oleh Ustadz Sarbini Nasir di acara serupa. “Sejak awal perintisan kita telah didik untuk berani tampil. Termasuk saya yang dulu masih bodoh tak takut berceramah meskipun penguasaan ilmu agama saya terbatas. Sampai-sampai, ketika diminta berceramah di atas kapal (penyeberangan), saya salah menyebutkan lafazh intanshurullah yanshurkum. Saya sebut intansurkum,” Sarbini tertawa mengenang masa lalunya.

Lain lagi cerita Ustadz Yusuf Suraji, juga salah satu kader senior. Ia ditugaskan untuk berdakwah dan membuka kampus Hidayatullah di Papua.

“Uang dikasih hanya Rp 25 ribu. Mana cukup? Tapi saya berangkat juga,” kata Yusuf.

Ketika di Papua, Yusuf sempat diminta menjadi juri Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Padahal, ketika itu ia belum lancar mengaji.

Yusuf juga pernah diminta ceramah di depan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida). Dengan segala keterbatasannya, Yusuf maju saja. Salah satu isi ceramahnya, “Bilal itu kulitnya hitam. Semua hitam, kecuali giginya saja yang putih.”

Yusuf lupa kalau orang-orang Papua itu berkulit hitam. Bupati yang mendengar ceramah itu pun tersinggung. Untunglah Yusuf menyadari kekeliruannya dan segera meminta maaf.

Sabar

Ustadz Sabaruddin, ditugaskan untuk membuka kampus baru di Wamena, Papua (tahun 2000). “Nyawa saya hampir melayang,” ceritanya kepada Suara Hidayatullah dalam perbincangan pada akhir tahun 2002.

Ketika itu Sabar—panggilan akrabnya—dan beberapa keluarga Muslim dikepung di sebuah masjid. Para pengepung jumlahnya banyak sekali dan hanya memakai koteka. Mereka menari-nari sambil memegang parang, tombak, dan panah.

Sabar hanya bisa mengintip dari balik mimbar. Mau melawan, rasanya tidak mungkin. Keluarga Muslim yang berada di masjid itu kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak.

Di saat genting seperti itu, Sabar berdoa sangat khusyuk. Tiba-tiba muncul ide yang disertai perasaan berani dan yakin akan pertolongan Allah.

Sabar meminta ibu-ibu dan anak-anak berkumpul, kemudian mengajaknya berjalan pelan mengikutinya dari belakang. Sepanjang perjalanan, Sabar tak henti-hentinya membaca surat Yasin ayat 8, mengharap pertolongan Allah.

Ajaib! Para pengepungnya tak melihat kalau Sabar dan rombongan telah berjalan melewati mereka. “Kami berjalan tenang, padahal jarak kami hanya 3 meteran saja. Allah telah membutakan mata mereka,” kenangnya.

Beberapa saat kemudian, para pengepung menyadari kalau buruannya telah kabur. Mereka marah dan membakar masjid. Sabar baru tahu kalau masjid itu dibakar setelah beberapa hari kemudian.

Begitu banyak cerita yang tersimpan dalam memori para kader Hidayatullah tatkala ditugaskan di wilayah-wilayah terpencil. Mereka berani menerima tantangan dengan segala keterbatasan. Mereka amat yakin dengan pertolongan Allah, dan rela memilih jalan yang tak banyak dipilih orang.

Rupanya, keberanian, keyakinan, dan kesabaran seperti ini telah mengundang pertolongan Allah. Kini mereka bisa tersenyum melihat Hidayatullah telah ada di lebih dari 370 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Sesuatu yang dulu tak pernah terbayangkan oleh mereka.

Hasyim HS, mengutip kembali perkataan KH. Abdullah Said yang selalu terngiang-ngiang di telinga para kader, “Tampilah ke gelanggang, walau seorang!”

Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi September 2021.

Related Articles

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
22,200PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles