Site icon Majalah Hidayatullah

Hadis Tentang Keutamaan Qiyamul Lail

sumber foto: wajibbaca.com

قال سعد بن هشام بن عامر لعائشة رضي الله عنها : أنبئيني عن قيام رسول الله صلى الله عليه وسلم  فقالت : ألست تقرأ ( يا أيها المزمل ) قلت : بلى ، فقالت : إن الله عز وجل افترض قيام الليل في أول هذه السورة فقام النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه حولاً ، وأمسك الله خاتمتها اثني عشر شهراً في السماء حتى أنزل الله في آخر هذه السورة التخفيف ، فصار قيام الليل تطوعاً بعد فريضة . رواه مسلم .

Sa’ad bin Hisyam bin Amir bertanya kepada Aisyah RA, “Tolong beritahukan kepadaku tentang qiyam Rasulullah SAW. Maka beliau mengatakan, “Apakah anda tidak membaca surat, “Wahai orang yang berselimut (QS al-Muzammil)?” Saya menjawab, “Ya.” Maka beliau melanjutkan, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla telah mewajibkan qiyamul lail pada awal surat ini. Maka Nabi SAW menunaikannya bersama para Sahabat selama setahun. Kemudian Allah menahan akhir (surat) selama dua belas bulan di langit. Sampai akhirnya Allah turukan akhir surat ini untuk meringankan. Sehingga qiyamul lail sunnah setelah diwajibkan.” (HR. Muslim).

Muqadimah

Sesungguhnya shalat yang pertama kali diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya adalah shalat malam (qiyamul lail). Namun, sejak turunnya surah al-Muzammil ayat 20, shalat malam menjadi sunnah.

Menurut Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, kewajiban mendirikan shalat malam secara terus menerus merupakan perintah yang berat, sehingga pada surat itu ada keringanan hukumnya jadi sunnah. Diantara yang memberatkan melaksanakannya yaitu karena sakit, bepergian, serta berjihad. Keringanan hukum ini merupakan rahmat Allah bagi hamba-hamba-Nya dengan memperhatikan keadaan-keadaan mereka. (Tafsir al-Madinah al-Munawwarah, hal 704).

Berdasar penjelasan ini, hukum shalat malam sudah tetap dan tidak berubah. Jika ada orang atau kelompok mencoba merubah hukum tersebut, berarti menyelisihi kesepakatan umat ini. Juga menunjukkan ketidakpahamnnya terhadap metodologi pengambilan hukum terhadap nash-nash yang ada.

Makna Hadits

Para ulama menjelaskan, bahwa Hadits di atas sebagai hujjah shalat malam hanya diwajibkan kepada Rasulullah SAW. Sedangkan untuk umatnya hukumnya sunnah.

Meski sunnah, penekanan terhadap ibadah ini begitu besar karena keutamaannya. Barangsiapa yang mengetahui keutamaan ibadah ini, akan senantiasa bermunajat kepada Allah Ta’ala supaya bisa melaksanakannya.

Diantara keutamaannya, yaitu berdasar sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat di tengah malam. Dan sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram.” (HR Muslim).

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW menyampaikan, shalat yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah shalat Nabi Daud. Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud. Beliau tidur setengah malamnya, lalu qiyamul lail (menunaikan shalat) di sepertiganya, kemudian tidur lagi seperenamnya. Dan (beliau) puasa sehari serta berbuka sehari.” (Muttafaq’alaihi).

Umat Islam dianjurkan melaksanakan qiyamul lail karena di dalamnya ada waktu dimana seorang hamba bisa dekat dengan Tuhannya. Rasulullah SAW bersabda, “(Waktu) terdekat seorang hamba kepada Tuhannya waktu pertengah malam akhir. Kalau sekiranya Anda dapat menjadi orang yang diingat oleh Allah pada waktu itu, maka lakukanlah.” (HR. Tirmizi dan Nasa’i).

Karena ibadah ini berat dan tidak semua orang mampu, Allah Ta’ala ta’jub kepada hamba-Nya yang melakukan qiyamul lail. Allah SWT melihat, ketika orang lain tidur, mereka bangun meninggalkan ranjang dan selimutnya hanya ingin berharap ridha dan takut akan azab-Nya.

Barometer Ciri Jiwa Besar

Para ulama menjelaskan, bahwa qiyamul lail merupakan ibadah yang mana hati itu terhubung dengan Allah Ta’ala sehingga mampu mengalahkan godaan dunia yang fana. Juga sebagai barometer keinginan kuat yang jujur dan ciri jiwa besar.

Allah Ta’ala menyanjung di dalam firman-Nya, “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) atau orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan dia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. az-Zumar [39]: 9).

Manfaat ibadah ini dapat menghilangkan kelalaian hati dari Tuhannya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat dengan membaca) sepuluh ayat, tidak akan dicatat dari golongan orang-orang yang lalai. Barangsiapa yang berdiri (membaca) seratus ayat, ia dicatat menjadi orang qanitin (orang-orang yang taat). Dan barangsiapa yang berdiri (membaca) seribu ayat, ia dicatat sebagai orang muqontorin (mendapatkan pahala berlimpah).” (HR. Abu Daud, Ibnu Hibban, Hadits hasan. Shahih at-Targib, 635).

Yahya bin Muaz mengatakan, bahwa qiyamul lail merupakan salah satu obat hati diantara obat lainnya seperti membaca al-Qur’an dengan tafakkur, mengosongkan perut (puasa), dan berteman dengan orang shalih. (Muhtashar Sifat as-Shafa).

Para salafus shalih menjadikan qiyamul lail sebagai prioritas setelah ibadah wajib. Mereka konsisten menjalakan serta menikmatinya. Bahkan mereka bergembira dengan ibadah tersebut. Tsabit al-Bannani mengatakan, “Aku tidak mendapatkan di hatiku yang lebih nikmat dari qiyamul lail.” (Ihya Ulumuddin, 1/420).

Demikianlah orang-orang shalih zaman dulu membiasakan diri dengan qiyamul lail. *Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah

Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Februari 2022.

Exit mobile version