يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. at-Taubah [9]: 119).
Muqadimah
Sebagai makhluk sosial, setiap orang tentu tak lepas dari berinteraksi dengan orang lain. Hanya saja dalam pergaulan tersebut terdapat dua kemungkinan yaitu terjadi secara positif atau negatif.
Dalam hal ini Islam menganjurkan agar pergaulan tersebut berjalan secara harmoni. Karenanya, bergaul dengan orang-orang shalih merupakan tuntunan Islam.
Akhlak dan perilaku orang-orang tersebut setidaknya dapat mempengaruhi kita menjadi pribadi yang lebih baik. Bersama orang-orang shalih, seseorang akan senantiasa termotivasi melakukan hal-hal yang baik. Ketika ingin berbuat buruk, setidaknya ada pengingat yang selalu mengembalikan seseorang ke jalan yang benar.
Kondisi seperti ini merupakan kenikmatan bagi orang beriman dalam berteman. Khalifah Umar bin Khattab menegaskan bahwa tidaklah seseorang diberikan kenikmatan setelah Islam, yang lebih baik daripada kenikmatan memiliki saudara (semuslim) yang saleh. Jika seseorang menemukan sahabat yang saleh maka peganglah erat-erat. ( Qutul Qulub Fii Muamalatil Mahbub, 2/17).
Makna Ayat
Menurut syaik as-Sa’di, orang-orang beriman hendaknya menjalankan apa yang menjadi konsekuensi iman, yaitu bertakwa kepada Allah, dengan menjauhi dan meninggalkan apa yang Dia larang. Kemudian bersama orang-orang yang benar dalam ucapan, perbuatan, dan keadaan mereka.
Mereka bebas dari kemalasan dan kelesuan serta selamat dari maksud-maksud buruk. Hati mereka selalu penuh keikhlasan dan niat yang baik, karena kejujuran mengantar kepada kebaikan, dan kebaikan mengantar kepada surga. Kemudian as-Sa’di menyetir firman Allah surat Al-Maidah:119 yang artinya:
“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar”.(Tafsir as-Sa’di, hal 406-407).
Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa orang-orang yang beriman hendaknya bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Kemudian hendaklah bersama orang-orang yang benar dalam hal iman dan menepati janji. Untuk itu kalian harus menetapi kebenaran (Tafsir Jalalain, hal. 206).
Berkaitan dengan perintah agar bersama orang yang benar atau shalih, Hasan Al-Bashri menanjurkan orang beriman memperbanyak berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat (Ma’alimut Tanzil, 4/268)
Atas dasar ini para ulama menegaskan bahwa Allah memeritahkan kepada orang beriman untuk senantiasa bersama orang-orang yang benar. Sebaliknya, betapa banyak diantara mereka yang merugi dengan mengabaikan ayat ini. Sungguh kehinaan dan kerugian besar bagi mereka yang terjerumus ke dalam perangkap kebohongan orang-orang kafir. (Syaikh Umar bin Abdullah al-Muqbil dalam Li Yaddabbaru Ayatih).
Butuh Kesabaran
Faktanya tidak semua orang mau berkawan dengan orang-orang shalih. Alasannya karena mereka takut tidak bebas berbuat apa saja. Karenanya, berkawan dengan orang-orang shalih dibutuhkan kesabaran. Tidak boleh merasa rendah bergaul dengan orang-orang yang taat, walaupun mereka orang-orang yang kekurangan secara duniawi, namun mereka memiliki derajat di sisi Allâh Yang Maha Tinggi.
Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” [Al-Kahfi/18: 28]
Namun hal ini bukan berarti tidak boleh mengenal orang lain. Mengenal semua orang dibolehkan, namun jangan menjadikan kawan dekat kecuali orang-orang yang shalih atau shalihah. Kita harus memilih kawan-kawan yang baik untuk keselamatan kita. Rasûlullâh bersabda,” Seseorang itu mengikuti din (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi).
Berkawan dengan orang shalih membawa dampak yang baik, karena kawan itu akan mempengaruhi kawannya. Jika kawan itu shalih akan membawa kepada kebaikan, sebaliknya jika kawan itu buruk akan membawa kepada keburukan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini di dalam hadits shahih sebagaimana riwayat dari Abu Musa al-Asy’ari dari Nabi, beliau bersabda:
“Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”(Riwayat Bukhari dan Muslim).
Menurut para ulama hadits ini memuat anjuran untuk memilih kawan-kawan yang shalih dan memperingatkan dari kebalikan mereka (yakni kawan-kawan yang buruk). Rasul menjelaskan bahwa seluruh keadaanmu dengan kawan yang shalih senantiasa dalam keberuntungan dan kebaikan. Mereka seperti penjual minyak wangi yang wanginya bermanfaat bagi orang-orang sekitarnya.
Padahal kebaikan yang akan diperoleh seorang hamba yang berteman dengan orang yang shalih itu jauh lebih besar dan lebih utama daripada minyak wangi yang semerbak aromanya. Karena sesungguhnya, kawan yang shalih akan mengajarkan kepada hal-hal yang bermanfaat dalam urusan agama dan dunia. Sebaliknya, berteman dengan orang buruk bisa menyebabkan orang terjerumus dalam kesesatan serta kehinaan. Banyak orang yang salah jalan karena salah pergaulan.
Semoga kita termasuk orang yang senang berkawan dengan orang-orang shalih. Aamiin.
Penulis: Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah
Tulisan ini terbit di Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2022