Sebuah pertanyaan yang cukup banyak di cari di internet terkait dengan warisan, yakni ” Apakah Cucu Mendapatkan Warisan?“. Sebuah ilmu yang boleh dibilang saat ini, tidak cukup banyak yang memperlajari dan akhirnya dalam mengambil keputusan berdasarkan kemudahan saja.
Padahal sejatinya Islam telah mengatur semua urusan bagi manusia, termasuk dalam urusan waris. Artikel berikut meurpakan sebuah konsultasi tentang waris yang di muat di Majalah Hidayatullah beberapa waktu lalu, semoga bermanfaat.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sebulan yang lalu kakek saya meninggal dunia, sebelumnya nenek telah lama tiada. Kakek mempunyai tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Ayah adalah anak lelaki sang kakek yang telah terlebih dahulu meninggal setahun lalu. Di antara ahli waris, saya bersama dua orang adik adalah keluarga yang paling miskin. Rancananya, keluarga ahli waris akan melaksanakan musyawarah keluarga untuk membagi warisan, bisakah cucu mendapatkan warisan?
Atas jawabannya saya ucapkan terimakasih.
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Syariat Islam telah menetapkan tentang hak milik pribadi. Selain segala karunia Allah yang diperoleh dengan bekerja dan berusaha, ada juga hadiah, sedekah, dan warisan. Untuk hadiah dan sedekah tidak ada ketentuannya, sedangkan untuk warisan, Allah telah mengaturnya secara detail.
Salah satu sumber konflik keluarga yang bisa berujung pemutusan silaturahim, bahkan permusuhan dan bunuh-bunuhan adalah soal warisan. Itulah sebabnya Islam mengaturnya secara detail, siapa yang termasuk ahli waris dan siapa yang terhalang (mahjub). Diatur pula tentang berapa bagian yang diperoleh, dan siapa pula kerabat yang mendapat prioritas untuk mendapat bagian.
Perlu diketahui bahwa yang disebut ahli waris adalah mereka yang hidup pada saat mayit itu meninggal dunia. Dalam kasus Anda, ayah Anda yang setahun lalu meninggal bukan termasuk ahli waris. Adapun ibu Anda adalah orang lain yang tidak ada hubungan nasab dengan kakek Anda.
Baca juga: Memindahkan Anak Dari Shaf Shalat Orang Dewasa
Adapun cucu dalam syariat Islam termasuk ahli waris.
Tetapi posisi cucu bisa terhalang (mahjub) jika masih ada anak. Dalam kasus ini, yang menjadi penghalang adalah bibi dan paman Anda. Dengan demikian, Anda terhalang dan tidak menjadi ahli waris. Demikian pula kedua saudara Anda, juga sepupu Anda dari bibi dan paman Anda.
Bagi orang yang sudah hampir wafat, Islam menganjurkan agar memberi wasiat kepada kaum kerabat terdekat yang bukan ahli waris. Al-Qur’an menegaskan, “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa’.’ (Al-baqarah [2]: 180)
Jika ternyata mayit tidak berwasiat kepada kaum kerabatnya tentang harta warisannya, maka ahli waris wajib bersikap bijaksana. Saat pembagian warisan, sebelum dibagi-bagi sesuai dengan haknya, dianjurkan untuk menyisihkan sebagian untuk kerabatnya, terutama yang kekurangan. Allah menegaskan, “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat (yang tidak punya hak waris), anak yatim, dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik’.’ (An-Nisa’ [4]: 8).
berkaitan dengan kasus Anda, sesungguhnya telah terhimpun tiga hal yang mesti diperhatikan oleh ahli waris, yaitu kekerabatan, keyatiman, dan kemiskinan, sekaligus. Anda berhak untuk mendapatkan hal tersebut. Hanya saja, kesadaran seperti itu akan jauh lebih baik jika datangnya justru bukan dari Anda.
Masih banyak di antara kaum Muslimin yang belum menyadari bahwa pada hartanya, terutama harta warisan, terdapat hak kerabat, anak yatim, dan orang-orang miskin. Para tokoh agama, dai dan muballigh perlu mengingatkan secara intensif kepada umat tentang hal tersebut. Wallahu a’lam. Diasuh Oleh Ustad Hamim Thohari